batemuritour.com – Mahar adalah salah satu syarat sah dalam pernikahan yang menjadi penentu sah atau tidaknya akad pernikahan. Tanpa penentuan dan penyerahan mahar, pernikahan dianggap batal. Meskipun penyerahan mahar dapat ditunda, suami tetap dilarang untuk melakukan hubungan intim dengan istri sampai mahar nikah dilunasi sepenuhnya.
Namun, pandangan lain mengizinkan istri untuk memilih atau meminta jenis mahar yang diinginkannya. Meski demikian, terdapat ketentuan-ketentuan tertentu dalam akad pernikahan dalam Islam yang mengatur jenis mahar yang tidak sah, bahkan jika permintaan tersebut berasal dari istri. Oleh karena itu, seorang wanita juga diharapkan memahami ketentuan-ketentuan tersebut agar tidak terjadi kesalahan dalam menentukan mahar.
Baca juga:
Kategori pertama adalah mahar yang terdiri dari barang-barang haram (khamer), barang yang tidak bernilai (buah-buahan yang belum matang), dan barang bukan hak milik penuh (hewan temuan). Dalam kategori ini, jika istri meminta mahar yang termasuk dalam kategori tersebut, suami diwajibkan menawarkan mahar lain dengan nilai yang setara. Namun, jika akad pernikahan telah dilaksanakan, akad tersebut dianggap batal.
Kategori kedua adalah mahar yang disertai dengan konteks jual beli, misalnya suami memberikan uang tunai kepada istri dengan tuntutan untuk mendapatkan rumah sang istri. Dalam hal ini, jika perjanjian tersebut terjadi dalam konteks pernikahan atau penyerahan mahar, maka akad pernikahan dianggap batal. Namun, jika hal tersebut dilakukan di luar konteks mahar, misalnya suami telah menyerahkan uang tunai sebagai mahar dan istri dengan sukarela memberikan rumah kepada suami, hal ini diperbolehkan.
Kategori ketiga adalah pemberian mahar yang tidak sepenuhnya menjadi hak istri atau ada hak orang tua yang terlibat, seperti ketika seorang pria memiliki utang kepada seorang pria dewasa dan kemudian menikahi anak perempuan pria dewasa tersebut dengan mahar sebagian dari pelunasan utang kepada orang tua istri. Dalam hal ini, pelunasan utang dan mahar harus dipisahkan. Jika digabungkan, seluruhnya harus menjadi hak istri. Pelunasan utang dapat dilakukan secara terpisah dari penyerahan mahar pernikahan.
Kategori keempat adalah mahar yang memiliki cacat, seperti mobil rusak atau emas palsu. Menurut pandangan Imam Syafi'i, istri berhak meminta barang yang senilai dan bebas cacat. Namun, beberapa ulama lain tidak mewajibkan untuk meminta barang senilai, melainkan juga memperbolehkan barang dengan nilai yang lebih rendah, dan suami wajib memberikannya. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa pernikahan bukanlah akad jual beli.
Kategori kelima adalah mahar bersyarat atau mahar yang disertai syarat. Sebagai contoh, jika seorang wanita meminta, "Jika aku adalah istri pertamamu, berikan aku mahar satu juta, tetapi jika aku adalah istri keduamu, berikan aku mahar dua kali lipat dari itu." Mayoritas ulama tidak memperbolehkan adanya syarat pada mahar, namun memperbolehkan calon istri untuk meminta sesuai kebutuhan atau keinginan tanpa adanya pilihan yang terbatas.
Penting bagi pasangan yang akan menikah untuk memahami dan memperhatikan ketentuan-ketentuan ini dalam menentukan jenis dan nilai mahar. Melalui pemahaman yang baik, diharapkan dapat tercipta keadilan dan kesepahaman antara suami dan istri dalam menjalani pernikahan mereka. Semoga artikel ini dapat memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai mahar dalam pernikahan. Waallahu A'alam Bisshowab
Baca juga:
Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com