batemuritour.com – Pernikahan merupakan ikatan suci antara seorang pria dan seorang wanita yang diatur oleh hukum Islam. Dalam pernikahan, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar hubungan tersebut dianggap sah. Salah satu syarat yang penting adalah mahar, yang merupakan pemberian dari suami kepada istri sebagai bagian dari perjanjian pernikahan. Selain itu, kewajiban suami memberikan nafkah kepada istri juga menjadi faktor penting dalam hubungan pernikahan.
Namun, terkadang dalam praktiknya, ada kesulitan dalam memberikan mahar atau nafkah yang dapat memicu kemunculan hak khiyar atau pembatalan pernikahan. Meskipun bukan termasuk dalam rukun pernikahan, mahar memiliki peran penting dalam menjamin keberlangsungan pernikahan. Seorang suami dilarang untuk melakukan hubungan intim dengan istri sebelum melunasi mahar yang telah disepakati.
Baca juga:
Menurut pendapat yang disampaikan oleh ulama Syafi’I dan Malik, hak khiyar pernikahan dapat berlaku selama suami belum pernah melakukan hubungan intim dengan istri. Jika hubungan intim sudah terjadi, maka hak khiyar tidak berlaku lagi, dan jika ingin mengakhiri pernikahan, harus melalui proses perceraian. Namun, muncul pertanyaan mengenai berapa lama waktu yang harus ditunggu untuk memberikan kesempatan kepada suami untuk melunasi mahar yang telah disepakati.
Dalam hal ini, Abu Hanifah berpendapat bahwa jika suami belum mampu memberikan mahar atau nafkah, istri berhak menolak hubungan intim. Masalah yang muncul kemudian adalah berapa lama waktu yang harus ditunggu, karena jika terlalu lama, istri akan dirugikan karena tidak mendapatkan nafkah dan mahar yang seharusnya menjadi haknya. Waktu yang berlaku untuk menunggu ini masih menjadi perdebatan di antara para ulama, karena terdapat banyak dampak negatif jika waktu tunggu untuk pelunasan mahar menjadi terlalu panjang.
Ibnu Al Mundzir mengatakan bahwa nafkah adalah balasan atas kenikmatan yang dirasakan oleh suami. Oleh karena itu, jika suami tidak mampu memberikan nafkah, maka hak atas kenikmatan yang seharusnya diperoleh oleh istri juga tergugur. Pendapat ini diterima oleh mayoritas ulama.
Dalam pandangan hukum Islam, memberikan mahar dan nafkah kepada istri adalah kewajiban suami. Namun, jika suami menghadapi kesulitan dalam melaksanakan kewajibannya tersebut, maka perlu ada penyelesaian yang adil agar hak-hak istri tetap terjamin. Dalam hal ini, para ulama terus melakukan kajian dan diskusi untuk mencari solusi terbaik guna melindungi hak-hak istri tanpa merugikan kedua belah pihak.
Pada akhirnya, penting bagi masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk memahami dan menghormati hak-hak dalam pernikahan menurut ajaran agama. Dalam konteks mahar, nafkah, dan hak khiyar, setiap pihak harus menjalankan kewajibannya dengan sebaik-baiknya, serta bersikap adil dan saling berempati untuk mencapai kebahagiaan dan keberlanjutan dalam hubungan pernikahan. Waallahu A'alam Bisshowab
Baca juga:
Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com