Jalur Pelayaran Haji Nusantara di Masa Silam

By. Siti Rahmawati - 17 Jul 2023

Bagikan:
img

Batemuritour.com- Sejarah perjalanan haji di Indonesia hingga abad ke-15 menunjukkan tak banyak catatan tentang orang-orang Nusantara naik haji.

Barulah pada abad ke-16, berbagai keterangan perjalanan haji yang dilakukan Muslimin Indonesia mulai terkuak. Hal itu seiring dengan perubahan geopolitik di Samudra Hindia, kawasan perairan yang menghubungkan Tanah Air dengan Tanah Suci.

 

Sumber gambar : Kompas.com

 

M Shaleh Putuhena dalam Historiografi Haji Indonesia menjelaskan konteks pada masa itu. Makin banyak pedagang Nusantara yang turut serta dalam pelayaran ke Asia Barat. Begitu pula para delegasi kerajaan-kerajaan Islam Nusantara yang menyambangi Makkah, serta para pencari ilmu yang berguru pada ulama-ulama besar di Haramain.

 

Pada waktu bersamaan, bangsa Barat, terutama Portugis, mengawali penjelajahannya ke Nusantara melalui Samudra Hindia. Kesultanan Turki sebagai kekuatan baru Dunia Islam pun mulai memainkan perannya di jalur maritim tersebut.

 

Putuhena mengatakan, Turki memposisikan diri sebagai pemimpin sekaligus pelindung Dunia Islam. Adapun Portugis bermaksud sebaliknya, yakni ingin meneruskan Reconquista yang bermakna menghancurkan Islam sekaligus merebut wilayah Muslimin.

 

Baca juga:

 

Setidaknya sejak 1500, para saudagar Nusantara sudah lebih aktif berperan dalam perdagangan dengan dunia luar. Hal itu terbukti dari kesaksian Lewis Barthema dari Roma. Pada 1503, Barthema yang berhasil memasuki Makkah dengan menyamar sebagai seorang Muslim mencatat kehadiran jamaah haji asal Anak Benua India dan Lesser East Indies (Nusantara).
 

Malaka, salah satu bandar utama bagi kapal-kapal asal Nusantara yang hendak menuju Jazirah Arab, akhirnya direbut Portugis pada 1511. Portugis kemudian terus memblokade pergerakan kapal-kapal Aceh yang hendak mencapai Arab. Namun, upaya kerajaan Kristen itu tak selalu berhasil. Suatu sumber dari Venesia menyatakan, pada 1565 dan 1566 terdapat lima kapal dari Kesultanan Aceh yang berlabuh di Jeddah.

 

Semangat Reconquista membuat Portugis terlampau fokus pada upaya memusuhi Islam secara terbuka. Itulah yang membedakannya dengan Belanda. Belanda lebih mementingkan perniagaan, alih-alih Kristenisasi, selama berada di Nusantara. Portugis pun kalah saing dalam merebut pasaran perdagangan sekaligus menanamkan pengaruh di Nusantara.

 

 

Memasuki abad ke-17, kekuatan Portugis mulai memudar. Pada saat yang sama, Turki juga kehilangan kendali atas jalur perdagangan Nusantara-Arab. Sejak saat itu, Belanda dan Inggris-lah yang lebih mendominasi.

 

M Dien Majid dalam Berhaji di Masa Kolonial menerangkan, jamaah haji Nusantara pada abad ke-17 umumnya menumpangi kapal-kapal dagang milik orang Arab atau India. Kebanyakan armada itu berlabuh di Temasek (Singapura) atau Penang sehingga mereka harus menuju ke sana terlebih dahulu. Di kedua tempat itu, sudah terdapat kapal-kapal khusus semacam embarkasi bagi jamaah haji.

 

Jangan bayangkan durasi yang instan seperti halnya zaman sekarang. Secara keseluruhan, perjalanan haji pada masa itu bisa memakan waktu tiga hingga empat tahun. Memang, pelayaran yang normal dari Asia Tenggara ke Jeddah membutuhkan waktu hanya lima atau enam bulan.

 

Perjalanan haji pada masa itu bisa memakan waktu tiga hingga empat tahun. Akan tetapi, calon jamaah kerap menghabiskan waktu di daerah sekitar embarkasi untuk menambah uang dan bekal. Tak sedikit dari mereka yang bersedia menjadi pekerja perkebunan di Singapura dan Penang, baik sebelum ataupun sepulangnya dari menunaikan rukun Islam kelima itu.

 

Baca juga : 

 

Zaman kolonial

Sejak abad ke-18, dominasi Belanda kian menguat di seluruh wilayah Nusantara. Calon jamaah haji dipersulit dengan adanya berbagai peraturan (besluit) sepihak yang dilancarkan Kompeni. Misalnya, aturan tertanggal 4 Agustus 1716 yang melarang kapal-kapal Belanda untuk mengangkut jamaah haji.

 

Alhasil, para calon tamu Allah itu harus menumpangi banyak kapal dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya hingga berhasil keluar dari wilayah Hindia Belanda. Untuk selanjutnya, mereka menuju Jeddah dengan melalui beberapa pelabuhan di pesisir India atau Hadramaut (Yaman).

 

Pada permulaan abad ke-19, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC/Kompeni) dinyatakan bangkrut. Nusantara pun mulai dikuasai secara langsung oleh Negeri Belanda. Namun, pelayaran haji sempat terbebas dari kendali langsung Belanda.

 

Sebagai contoh, pada 1825 untuk pertama kalinya Muslimin Nusantara menggunakan kapal khusus pengangkut jamaah haji. Kapal itu disediakan seorang saudagar Melayu bernama Syekh Umar Bugis. Sejak saat itu, musim haji dianggap sebagai momen bisnis yang menguntungkan.

 

Inggris pun tertarik untuk ikut menarik keuntungan dari bisnis haji. Pada 1858, perusahaan Britania Raya menggunakan kapal uap untuk mengangkut jamaah haji Nusantara dari Batavia (Jakarta). Inilah untuk pertama kalinya Muslimin Indonesia berangkat haji dengan menumpangi kapal uap. Waktu tempuh dari Nusantara ke Arab pun menjadi lebih ringkas ketimbang dengan kapal layar. Hanya perlu 20 atau 25 hari untuk bisa sampai di Jeddah.

 

Baca juga:

 

Waallahu A'alam Bisshowab

 

Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com

 









Whatsapp Logo
Start a Conversation Hi! Click one of our member below to chat on Whatsapp