Batemuritour.com- Ketika wanita muslim ditinggal mati atau bercerai dengan suaminya, ada pemberlakuan waktu tunggu bagi si perempuan untuk menikah kembali. Dalam syariat Islam, masa tunggu ini dikenal dengan istilah iddah.
Seorang perempuan yang sedang menjalani masa ‘iddah karena ditinggal mati suaminya. Sementara itu ia secara ekonomis mampu melaksanakan ibadah haji dan secara akomodatif sudah mendaftarkan diri naik haji.
Lantas apakah wanita dalam ‘iddah boleh menunaikan ibadah haji?
Ada beberapa hal yang menjadi larangan bagi perempuan saat dalam masa ‘iddah. Hal ini diatur dalam syariat Islam dan larangan tersebut tidak berlaku lagi apabila masa iddahnya sudah selesai.
Baca juga :
1. Tidak diperbolehkan menikah dengan laki-laki lain
Perempuan yang sedang menjalani masa iddah baik karena bercerai, fasakh, atau ditinggal meninggal oleh suaminya tidak boleh menikah selain dengan laki-laki yang meninggalkan atau menceraikannya. Apabila menikah, maka pernikahannya dianggap tidak sah. Adapun laki-laki yang meminang dengan sindiran kepada perempuan yang sedang dalam masa iddah juga tidak diperbolehkan (haram).
2. Tidak diperbolehkan keluar rumah kecuali dalam keadaan darurat
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam at-Thalaq ayat 1 yang mana menjelaskan bahwa perempuan yang sedang dalam masa iddah tidak diperbolehkan keluar rumah yang ditinggali bersama suaminya sebelum bercerai, kecuali apabila ada keperluan mendesak. Suami juga tidak boleh memaksa perempuan untuk keluar rumah kecuali istrinya telah melakukan perbuatan terlarang seperti zina.
3. Melakukan Ihdad
Ihdad dilakukan oleh perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya sampai habis masa iddahnya. Kata ihdad sendiri memiliki arti tidak memakai perhiasaan, wangi-wangian, pakaian mencolok, pacar, dan celak mata.
Baca juga :
Pada dasarnya wanita yang dalam masa ‘iddah pada dasarnya tidak boleh menunaikan ibadah haji, kecuali sebab udzur syar’i seperti:
a. Kekhawatiran yang mengancam diri atau hartanya.
b. Ada petunjuk dokter yang adil bahwa penundaan ibadah haji ke tahun depan tidak menguntungkan.
c. Haji tahun tersebut di-nadzar-kan. Selain itu didapat qaul yang membolehkan tanpa syarat.
Dasar Pengambilan Hukum tersebut terdapat dalam Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib
نَعَمْ لَهَا الْخُرُوْجُ لِحَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ إِنْ كَانَتْ أَحْرَمَتْ بِذَلِكَ قَبْلَ الْمَوْتِ أَوِ الْفِرَاقِ وَلَوْ بِغَيْرِ إِذْنِهِ وَإِنْ لَمْ تَخَفْ الْفَوَاتَ فَإِنْ كَانَتْ أَحْرَمَتْ بَعْدَ الْمَوْتِ أَوِ الْفِرَاقِ فَلَيْسَ لَهَا الْخُرُوْجُ فِيْ الْعِدَّةِ وَإِنْ تَحَقَّقَتْ الْفَوَاتُ فَإِذَا انْقَضَتْ عِدَّتُهَا أَتَمَّتْ عُمْرَتَهَا أَوْ حِجَتَّهَا إِنْ بَقِيَ وَقْتُ الْحَجِّ وَإِلاَّ تَحَلَّلَتْ بِعَمَلِ عُمْرَةٍ وَعَلَيْهَا الْقَضَاءُ وَدَمُّ الْفَوَاتِ
Ya memang begitu, namun seorang wanita boleh keluar rumah untuk menunaikan haji atau umrah jika memang sudah berihram sebelum kematian suami atau terjadinya perceraian, meski tanpa seizinnya dan tidak khawatir ketinggalan. Sedangkan jika ia berihram setelah kematian suami atau setelah bercerai, maka ia tidak boleh keluar selama masa ‘iddah meski nyata-nyata ketinggalan (haji atau umrah). Jika ia sudah melewati masa ‘iddah, maka ia harus menyempurnakan kembali hajinya atau umrahnya jika memang masih ada waktu. Dan jika waktunya sudah habis, maka ia bertahallul dengan melaksanakan umrah dan wajib mengqadha dan membayar dam atas ketertinggalannya.
Baca juga :
Waallahu A'alam Bisshowab
Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com