Kedudukan Dan Fungsi Syari’at dalam Tasawuf

By. Siti Rahmawati - 11 Aug 2023

Bagikan:
img

Batemuritour.com-Syari’at, tarekat, hakikat dan ma’rifat merupakan istilah yang digunakan dalam dunia tasawuf untuk menunjukkan stage (tingkatan) yang harus dilalui oleh seorang murid/salik dalam perjalanan spiritualnya. Setiap tingkat dibangun berdasarkan tingkat sebelumnya.

 

Syarat pertama adalah mengambil dan mengikuti syari’at, yaitu ketentuan ketentuan hukum yang dibuat oleh Allah untuk kehidupan manusia. Ketentuan yang dibuat oleh Allah tersebut harus dilaksanakan dengan sepenuh hati, inilah yang dinamakan tarekat dan seterusnya akan dicapailah tingkatan hakikat, dan bermuara pada tahap ma’rifat.

 

Syari’at berasal dari akar kata syara’a yang berarti jalan. Ia adalah jalan yang benar, sebagai rute perjalanan yang baik, dan dapat ditempuh oleh siapa saja. Kata syari’at terdapat dalam al-Quran, baik dalam bentuk kata kerja (verb), kata benda (noun), ataupun kata sifat (adjective) terdapat dalam beberapa ayat, misalnya dalam QS. al-Jatsiyah (45): 8:

 

يَسْمَعُ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ تُتْلَىٰ عَلَيْهِ ثُمَّ يُصِرُّ مُسْتَكْبِرًا كَأَن لَّمْ يَسْمَعْهَا ۖ فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

 

Artinya: Dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka beri khabar gembiralah dia dengan azab yang pedih.

 

Baca juga : 

 

Dalam dunia tasawuf, syari’at dijadikan sebagai dasar/pondasi bagi tahap berikutnya (tarekat, hakikat, dan ma’rifat) sehingga kedudukannya sangat penting. Sebagian besar sufí memahami syari’at dalam pengertian yang luas, mencakup ilmu dan seluruh ajaran Islam.

 

Syari’at bukan hanya sekedar kumpulan kode atau peraturan yang mengatur tindak lahiriah tetapi juga menjelaskan tentang keimanan, tauhid, cinta (mahabbah), syukur, sabar, ibadah, ẓikir, jihad, takwa, dan ihsan, serta menunjukkan bagaimana mewujudkan realitas tersebut. Syaikh Ahmad Sirhindi mengemukakan: “di dalam syari’at terkandung tiga hal yaitu pengetahuan (ilmu), praktik (amal), dan ikhlas. Artinya meyakini kebenaran syari’at dan melaksanakan perintah-perintah-Nya dengan tulus dan akhlak demi mendapatkan keridhaan Ilahi”.

 

Al-Qusyairi, dalam al-Risālah al-Qusyairiyyah menjelaskan: “Syari’at berkaitan dengan konsistensi seorang hamba, sementara hakikat adalah penyaksian Tuhan. Setiap syari’at yang tidak ditopang hakikat tidak diterima, sebaliknya setiap hakikat yang tidak dikekang syari’at tidak tercapai.

 

Baca juga :

 

Syari’at datang menetapkan beban kewajiban terhadap para makhluk, sementara hakikat adalah kabar tentang gerak-gerik Yang Maha Benar (Allah), syari’at adalah hendaklah engkau menyembah-Nya, sementara hakikat adalah hendaklah engkau menyaksikan-Nya. Syari’at adalah pelaksanaan terhadap apa yang diperintahkan, sementara hakikat adalah penyaksian terhadap apa yang ditetapkan dan ditentukan ataupun yang disembunyikan dan ditampakkan.”

 

Para sufí menjauhi apa yang dilarang, melaksanakan apa yang diwajibkan (amalan farḍu) dan melaksanakan apa yang dianjurkan (amalan sunnah). Mereka percaya bahwa barangsiapa yang mengabaikan dan menafikan syari’at maka itu adalah pelanggaran berat. Para tokoh besar sufí mengutuk anggapan yang menyatakan: “syari’at hanya untuk orang awam yang belum mengetahui kebenaran sejati, dan bagi yang sudah mencapai tingkatan pemahaman sejati maka tidak perlu menaatinya”.

 

Yang benar adalah mereka yang sudah lanjut (tinggi tingkat kesufiannya) harus beribadah lebih banyak lagi dibandingkan dengan orang biasa, dan keberhasilannya (memahami kebenaran) amat tergantung pada kepasrahannya dalam melaksanakan syari’at.

 

Baca juga : 

 

Waallahu A'alam Bisshowab

 

Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com









Whatsapp Logo
Start a Conversation Hi! Click one of our member below to chat on Whatsapp