Suara Wanita dalam Perspektif Agama: Apakah Merupakan Bagian dari Aurat?

By. Darma Taujiharrahman - 16 Aug 2023

Bagikan:
img

batemuritour.com - Dalam dunia keagamaan, isu mengenai aurat sering kali menjadi topik hangat untuk diperbincangkan. Salah satu pertanyaan yang muncul adalah apakah suara wanita juga termasuk dalam kategori aurat atau tidak. Meskipun tidak ada dalil spesifik dalam syariat yang secara jelas menyatakan bahwa suara wanita adalah bagian dari aurat, terdapat berbagai pandangan dan penafsiran dari ulama terkemuka yang perlu diperhatikan.

 

Definisi Aurat

Sebelum membahas lebih lanjut tentang apakah suara wanita dapat dianggap sebagai aurat, penting untuk memahami konsep aurat itu sendiri. Aurat merujuk pada bagian tubuh atau perilaku seseorang yang harus dijaga kehormatannya dan dihindari dari pandangan yang tidak senonoh. Aurat umumnya berhubungan dengan bagian tubuh yang dapat disentuh atau dinikmati secara fisik oleh orang lain, seperti aurat tubuh yang meliputi daerah tertentu pada tubuh manusia.

 

Baca juga: Klasifikasi Investasi Langsung Dana Haji Indonesia dan Kriteria Kebijakan Investasinya

 

Perspektif Ulama

Secara hukum syariat, tidak ada nash (dalil) yang dengan jelas menyebutkan bahwa suara wanita adalah bagian dari aurat. Namun, ada beberapa pandangan dan pendapat dari ulama yang perlu diperhatikan.

 

Beberapa ulama berpendapat bahwa suara wanita tidak termasuk aurat, karena suara tidak dapat disentuh atau dinikmati secara fisik seperti bagian tubuh lainnya. Suara hanyalah getaran gelombang suara yang tidak memiliki dimensi fisik yang dapat diukur. Oleh karena itu, suara wanita tidak dianggap sebagai aurat dari sudut pandang ini.

 

Namun, beberapa ulama lainnya mengambil pandangan yang lebih hati-hati terkait suara wanita. Mereka menganggap bahwa suara wanita bisa menjadi bagian dari aurat ketika digunakan dengan cara yang berpotensi mengundang fitnah. Sebagai contoh, suara wanita yang berteriak atau mendesah secara berlebihan kepada seorang pria yang bukan mahramnya dapat dianggap sebagai aurat, karena tindakan tersebut dapat menimbulkan rangsangan seksual yang tidak pantas.

 

Perspektif Sejarah dan Praktik Agama

Sejarah Islam mencatat beberapa contoh di mana suara wanita dianggap penting dan diberi ruang untuk berbicara, terutama dalam konteks pendidikan dan penyebaran ilmu. Aisyah, istri Nabi Muhammad SAW, sering mengisi majelis ilmu yang dihadiri oleh kaum pria. Hal ini menunjukkan bahwa suara wanita tidak selalu dianggap sebagai sesuatu yang harus disembunyikan.

 

Selain itu, dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 32, Allah menegaskan pentingnya berbicara tentang kebaikan dan menjaga suara. Wanita juga diperintahkan untuk berbicara dengan cara yang baik dan sopan agar menghindari fitnah serta tidak menimbulkan syahwat pada laki-laki yang bukan mahramnya.

يٰنِسَاۤءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَاَحَدٍ مِّنَ النِّسَاۤءِ اِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِيْ فِيْ قَلْبِهٖ مَرَضٌ وَّقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوْفًاۚ

Artinya: “Wahai istri-istri Nabi, kamu tidaklah seperti perempuan-perempuan yang lain jika kamu bertakwa. Maka, janganlah kamu merendahkan suara (dengan lemah lembut yang dibuat-buat) sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” Q.S Al-Ahzab ayat 32

 

Hal ini menunjukkan bahwa suara wanita dapat digunakan sebagai sarana untuk memberikan pengajaran dan berpartisipasi dalam kebaikan, tetapi tetap dengan batasan yang sesuai dengan nilai-nilai agama.

 

Dalam pandangan agama, tidak ada dalil yang secara khusus menyatakan bahwa suara wanita adalah bagian dari aurat. Namun, terdapat berbagai pendapat dan interpretasi dari ulama terkait hal ini. Suara wanita, dalam banyak kasus, dianggap bukan bagian dari aurat karena sifatnya yang tidak dapat disentuh atau dinikmati secara fisik. Namun, dalam konteks tertentu, suara wanita yang digunakan dengan cara yang berpotensi mengundang fitnah dapat dianggap sebagai aurat.

 

Sejarah dan praktik agama juga menunjukkan bahwa suara wanita memiliki peran penting dalam pendidikan dan penyebaran ilmu. Wanita dianjurkan untuk berbicara tentang kebaikan dengan sopan dan bijaksana, agar tidak menimbulkan fitnah atau rangsangan yang tidak pantas. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk memahami konteks dan batasan yang sesuai dalam menggunakan suara mereka, sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai etika yang dianut.

 

Baca juga: Konsep Investasi Langsung Dana Haji Indonesia

 

Waallahu A'alam Bisshowab

 

Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com









Whatsapp Logo
Start a Conversation Hi! Click one of our member below to chat on Whatsapp