Batemuritour.com-I'tikaf adalah amalan ibadah sunnah yang dilakukan di masjid pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan. I'tikaf bermakna mengisolasi diri atau memisahkan diri dari hal-hal yang mengganggu konsentrasi dalam beribadah dengan tujuan untuk memperbanyak ibadah kepada Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya.
I'tikaf dilakukan dengan cara menginap di dalam masjid selama sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, dimulai setelah terbenamnya matahari pada malam ke-21 Ramadhan dan berakhir saat terbenam matahari pada malam terakhir Ramadhan. Selama i'tikaf, seorang muslim harus berada di dalam masjid tanpa keluar kecuali untuk keperluan mendesak seperti ke toilet atau melakukan wudhu.
Adapun hal-hal yang dapat membatalkan i’tikaf antara lain:
1. Jima’
Para ulama sepakat bahwa melakukan jima’ dapat membatalkan i’tikaf. Mungkin sulit dibayangkan ada orang melakukan jima’ di dalam masjid, apalagi sedang dalam keadaan beri’tikaf. Bukankah masjid itu tempat umum dan biasanya banyak orang, lalu bagaimana caranya berjima’ di tempat umum yang banyak orang?
Namun lain halnya jika jima’ dilakukan di rumah. Dimana, bisa saja seorang yang masih berstatus melakukan i’tikaf berada di rumahnya, dalam rangka memenuhi kebutuhan yang dibolehkan jika keluar dari masjid seperti hendak mengambil makanan. Namun, jika saat berada di rumah, lantas ia melakukan jima’ dengan istrinya, saat itulah, i’tikafnya otomatis telah batal.
2. Keluar Dari Masjid
Yang dimaksud dengan keluar dari masjid adalah apabila seseorang keluar dengan seluruh tubuhnya dari masjid. Sedangkan bila hanya sebagian tubuhnya yang keluar dan sebagian lainnya masih tetap berada di dalam masjid, hal itu belum dianggap membatalkan i’tikaf. Sebab kejadian itu dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Baca juga:
Para ulama sepakat bahwa di antara hal-hal yang membatalkan i’tikaf adalah ketika seseorang keluar dari masjid, tanpa adanya kebutuhan yang dibolehkan oleh syariat. Namun mereka berbeda pendapat ketika menetapkan jenis kebutuhan apa saja yang dianggap dibolehkan dan tidak membatalkan i’tikaf seperti: Buang Air dan Mandi Wajib, Makan dan Minum, dan Menjenguk Orang Sakit dan Shalat Jenazah.
3. Murtad
Orang yang sedang beri’tikaf lalu tiba-tiba dia murtad atau keluar dari agama Islam, maka i’tikafnya otomatis batal dengan sendirinya. Sebab keislaman seseorang menjadi salah satu syarat sah i’tikaf. Dasarnya adalah firman Allah SWT:
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ
“Bila kamu menyekutukan Allah (murtad), maka Allah akan menghapus amal-amalmu dan kamu pasti jadi orang yang rugi.”
(QS. Az-Zumar: 65)
4. Mabuk
Jumhur ulama (Maliki, Syafi’i, Hanbali) sepakat apabila seorang yang sedang beri’tikaf mengalami mabuk, maka i’tikafnya batal.
Sedangkan Mazhab Hanafi berpendapat bahwa orang yang mabuk saat beri’tikaf tidaklah batal, jika kejadiannya di malam hari. Sedangkan jika kejadiannya di siang hari, mabuk itu membatalkan puasa. Dan dengan batalnya puasa, maka i’tikafnya juga ikut batal juga.
5. Haid dan Nifas
Jika seorang wanita menjalani i’tikaf, lalu tiba-tiba keluar darah haid, maka otomatis batal i’tikafnya.
Demikian pula wanita yang baru melahirkan dan merasa sudah selesai nifasnya, kalau ketika dia beri’tikaf lalu tiba-tiba darah nifasnya keluar lagi, dan memang masih dimungkinkan karena masih dalam rentang waktu kurang dari 60 hari, maka dia harus meninggalkan masjid.
Baca juga :
Yang Dibolehkan Ketika I’tikaf
Berikut ini adalah hal-hal yang umumnya oleh para ulama dianggap perbuatan yang boleh dilakukan, meski sedang dalam keadaan beri’tikaf, antara lain :
1. Makan Minum
Makan dan minum secara umum dibolehkan oleh para ulama untuk dilakukan di dalam masjid. Maka seorang yang sedang beri’tikaf tentu dibolehkan juga untuk mengisi perutnya dengan makan dan minum.
Bahkan al-Malikiyah memakruhkan orang untuk beri’tikaf di masjid, bila dia belum memiliki orang atau pembantu yang akan mengantarkan makanan dan minuman kepadanya di dalam masjid. Sebab tanpa adanya orang yang mengantar makanan dan minuman, maka berarti dia harus keluar dari masjid untuk mencari makan. Dan hal itu mengurangi nilai i’tikaf.
2. Tidur
Masjid juga dibolehkan untuk digunakan untuk tidur. Sehingga seorang yang sedang beri’tikaf di masjid, tentu saja diperbolehkan untuk tidur beristirahat. Tidur tidak membatalkan i’tikaf, sebagaimana tidur juga tidak membatalkan puasa.
Tentang hukum asal tidur di dalam masjid, memang para ulama berbeda pendapat. Namun umumnya mereka membolehkan musafir dan mu’takif untuk tidur dan beristirahat di dalam masjid.
3. Berbicara atau Diam
Baik berbicara ataupun diam keduanya dibolehkan di dalam i’tikaf. Beri’tikaf bukan berarti selalu berdiam diri dan membisu. Sebab, i’tikaf bukanlah semedi sebagaimana lazimnya umat lain melakukan ibadah mereka. I’tikaf juga bukanlah bertapa seperti yang dilakukan oleh para biksu di dalam kuil mereka.
Orang yang beri’tikaf dibolehkan berbicara, asalkan bukan berbicara yang diharamkan seperti rafats, fusuq, jidal, juga pembicaraan-pembicaraan yang terlarang diucapkan di masjid, seperti jual beli dan mengumumkan benda hilang.
4. Memakai Pakaian Bagus dan Parfum
Dibolehkan bagi mereka yang beri’tikaf untuk mengenakan pakaian yang bagus, termasuk parfum. Sebab pada dasarnya memang ada perintah untuk mengenakannya ketika masuk ke masjid.
Baca juga :
Waallahu A'alam Bisshowab
Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com