Fiqih Maqâshid: Menjaga Kemaslahatan dalam Kerangka Hukum Islam

By. Ibnu Fikri Ghozali - 03 Jan 2024

Bagikan:
img

Batemuritour.com- Dalam pemikiran Islam, konsep maqâshid al-syari’ah atau tujuan pokok syariat memiliki peran penting dalam merumuskan hukum. Fokus utama dari konsep ini adalah mencapai maslahah atau kesejahteraan dan menghindari mafsadah atau kerusakan. Pandangan ini tercermin dalam definisi maslahah yang diartikan sebagai segala amal yang membawa manfaat bagi manusia.

 

Baca juga: Resep Loloh Cemcem, Minuman Khas Bali yang Kaya Manfaat

 

Imam al-Ghazali, salah satu tokoh pemikiran Islam terkemuka, menyebut maslahah sebagai sabili al-ibtida’, yang berarti mewujudkan kesejahteraan. Namun, upaya mencapai kesejahteraan tidak boleh bertentangan dengan prinsip menghindari mafsadah. Jika suatu tindakan menyebabkan kerusakan yang besar, maka kemaslahatan yang dikejar menjadi tidak benar.

 

Konsep maslahah ini juga menjadi landasan kritik terhadap ide-ide kapitalisme dan liberalisme. Pemikiran ini menekankan bahwa mencapai kesejahteraan harus sejalan dengan nilai-nilai moral dan tidak merugikan masyarakat secara keseluruhan.

 

Dalam konteks bahasa Arab, maslahah diartikan sebagai segala bentuk amal yang membawa manfaat bagi manusia. Dalam fiqih kedokteran, maslahah dijelaskan sebagai tindakan yang membawa kondisi baik. Secara istilah, al-Ghazali mendefinisikan maslahah sebagai menarik kemanfaatan dan menolak kemudlaratan atau kerusakan.

 

Baca juga: Ini Dia Resep Kuah Pliek U Khas Aceh yang Kaya Rasa

 

Ada tiga kelompok ulama dalam memandang maslahah dan hubungannya dengan teks:

  1. Literalis: Mereka menganggap harus berpedoman pada dhahir nash (teks lahir) tanpa mempertimbangkan maslahah lain. Kelompok ini termasuk pengikut Madzhab Dhahiriyyah.

  2. Menggali Maslahah Berdasarkan Nash: Ulama kelompok ini berusaha menggali maqashid al-syari’ah berdasarkan nash, kemudian menetapkan hukum dan ‘illat hukumnya. Mereka menerima qiyas sebagai sarana untuk menggali hukum.

  3. Menggali Hukum tanpa Berdasarkan Dalil Syara’: Kelompok ini berusaha menggali hukum problematika kekinian tanpa berdasarkan dalil syara’. Mereka berupaya menjaga maqâshid al-syarî’ah yang diakui oleh syara’ akan kebenarannya.

 

Stratifikasi maqashid al-syari’ah juga memainkan peran penting dalam pemikiran ekonomi. Sebagai contoh, pendapat tentang tas’ir atau pematokan harga barang. Ibnu Taimiyah, salah satu tokoh pemikir Islam, berpendapat bahwa penetapan harga oleh pemerintah saat terjadi kelangkaan bisa dianggap tidak adil dan cacat hukum.

 

Perbedaan pendapat ini terkait dengan stratifikasi penjagaan kemaslahatan, di mana Ibnu Taimiyah menempatkan "penjagaan harta" pada posisi kedua setelah "penjagaan darah." Sementara itu, pendapat yang mengakui pematokan harga oleh pemerintah mengutamakan "penjagaan harta" dan memandangnya sebagai hak ri’ayah yang memiliki dasar nash.

 

Baca juga: Resep Mudah Martabak Sagu Khas Papua yang Lezat

 

Dalam pemikiran ini, stratifikasi maqashid al-syari’ah memengaruhi penilaian dan posisi terhadap nilai-nilai yang harus dijaga atau dipertimbangkan dalam menetapkan hukum. Dengan demikian, pemahaman fiqih maqâshid menjadi krusial untuk menghindari kesalahan dalam memposisikan nilai yang penting dalam teks keputusan hukum. Dalam semua konteks ini, hukum harus memberikan perhatian serius terhadap upaya menarik kemaslahatan dan menghindari mafsadah.









Whatsapp Logo
Start a Conversation Hi! Click one of our member below to chat on Whatsapp