batemuritour.com - Dalam ajaran Islam, konsep riba atau bunga dianggap sebagai sesuatu yang merugikan masyarakat dalam berbagai aspek, baik ekonomi maupun sosial. Islam menegaskan larangan terhadap riba dengan tujuan melindungi keadilan ekonomi, keberlanjutan masyarakat, dan kesejahteraan negara.
Artikel ini akan membahas mengapa riba dilarang dalam Islam dan bagaimana dampaknya dapat mengancam stabilitas ekonomi, masyarakat, bahkan negara secara keseluruhan.
Baca juga: Menjaga Kebersihan Tubuh dan Lingkungan: Perspektif Islam dalam Pencegahan Penyakit
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : لَعَنَ رَسُوْل الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ آ كِلَ الرِّبا, ومُوْكِلَه , وَ شَاهدَيْهِ , وَ قَالَ : هُمْ سَوَاءٌ , رواه مسلم
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim, no. 1598).
Definisi Riba dalam Islam
Riba, dalam konteks Islam, merujuk pada penambahan atau keuntungan tambahan yang diperoleh dari pinjaman uang atau transaksi keuangan lainnya. Konsep ini dijelaskan dalam Al-Qur'an dan Hadits sebagai praktik yang tidak etis dan merugikan masyarakat. Islam mengklasifikasikan riba menjadi dua jenis: riba an-nasi'ah (riba pinjaman) dan riba al-fadl (riba jual beli).
Bahaya Riba dalam Perspektif Ekonomi
Dampak Sosial dan Moral
Islam tidak hanya melarang riba dalam bentuk pinjaman, tetapi juga dalam berbagai transaksi keuangan lainnya, termasuk investasi dan jual beli. Hal ini menunjukkan komitmen Islam untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan.
Dalam Islam, larangan terhadap riba bukan hanya sekadar aturan, tetapi juga merupakan upaya untuk melindungi kesejahteraan masyarakat dan keadilan ekonomi. Memahami bahaya riba dalam perspektif ekonomi dan sosial menjadi penting agar masyarakat dapat menghindari praktik yang dapat merugikan dan mengancam stabilitas ekonomi dan sosial mereka.