batemuritour.com- Menanam pepohonan, terutama jenis buah-buahan, telah menjadi alternatif menarik untuk memanfaatkan lahan kosong. Selain memenuhi kebutuhan pribadi, tanaman buah memiliki nilai ekonomis tinggi, mengingat tingginya permintaan pasar dan keterbatasan budidaya dalam jumlah besar. Kendati demikian, keterbatasan pengetahuan sebagian petani dalam mengelola pertanian dapat menyebabkan kerugian akibat gagal panen. Oleh karena itu, muncul solusi untuk menyewakan pohon, mengingat hal ini berpotensi menghindarkan risiko gagal panen. Namun, bagaimana pandangan mazhab Syafi'i terhadap praktik menyewa pohon untuk tujuan panen buah? Artikel ini akan menguraikan pandangan fiqih serta batasannya.
Baca Juga: Ini Dia Batasan Waktu Sholat Isya yang Harus Kamu Tau
Sebelum memahami hukum sewa pohon dalam mazhab Syafi'i, kita perlu memahami konsep dasar sewa menyewa dalam Islam. Sewa menyewa merupakan suatu akad yang memungkinkan seseorang mengambil manfaat dari barang dengan membayar sejumlah uang pengganti, dengan batas waktu tertentu. Dalam konteks pertanian, menyewa pohon buah untuk tujuan panen menjadi tindakan yang cukup umum.
Dikutip dari NU Online, menurut Imam An-Nawawi dalam kitabnya, Raudhatut Thalibin, jika dahan pohon milik orang lain menjulur ke pekarangan tetangga dan menimbulkan gangguan, tetangga tersebut berhak meminta pemiliknya untuk memangkas atau memotongnya. Namun, ketika kita membahas penyewaan pohon untuk tujuan panen buah, perspektif fiqih menjadi lebih kompleks.
Baca Juga: Manfaat Air Hujan dalam Islam, Ini Dia Cara Memanfaatkannya!!
Imam An-Nawawi menyatakan bahwa sewa menyewa dalam Islam harus memiliki manfaat yang jelas dan terukur. Dalam konteks sewa pohon untuk panen buah, kemanfaatannya tidak selalu dapat diukur secara pasti. Proses pertumbuhan tanaman buah bisa menghadapi risiko gagal panen, produksi yang rendah, atau panen yang tidak sesuai dengan ekspektasi. Dalam konteks ini, menyewa pohon untuk diambil buahnya menjadi suatu perbuatan yang tidak diperbolehkan dalam mazhab Syafi'i.
Dalam Kitab I'anatut Thalibin menjelaskan bahwa akad ijarah yang sah membutuhkan manfaat barang yang jelas dan terukur. Meskipun penyewaan pohon untuk tujuan dekorasi, tempat berteduh, atau keperluan lain yang manfaatnya jelas dapat diperbolehkan, namun, penyewaan untuk tujuan panen buah dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip fiqih.
Berdasarkan penjelasan dalam mazhab Syafi'i, hukum menyewa pohon untuk tujuan diambil buahnya menjadi tidak diperbolehkan. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian kemanfaatan yang tidak selalu dapat diukur, serta konsep bahwa akad sewa menyewa bertujuan untuk mendapatkan manfaat, bukan memiliki barang. Oleh karena itu, penting bagi para pelaku pertanian atau penyewa untuk memahami batasan ini dan mencari alternatif yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Wallahu a'lam bisshawab.