Batemuritour.com-
۞ Kategori Hukum Membatalkan Puasa ۞
FASLUN. AL-IFTHORU FI ROMADHONA ARBA’ATU ANWA’IN. WAJIBUN KAMA FI AL-HAIDL WA NUFASA’. WA JAIZUN KAMA FI AL-MUSAFIR WA AL-MARIDL. WALA WALA KAMA FI AL-MAJNUN. WA MUHARROMUN KAMAN AKKHORO QODHUA ROMADHONA MA’A TAMAKKUNIHI HATTA DHOQO AL-MAQTU ‘ANHU.
WA AQSAMU AL-IFTHARI ARBA’ATUN AYDHON. MA YALZAMU FIHI AL-QODHOU WA AL-FIDYATU WA HUWA ITSNANI, AL-AWWAL AL-IFTHOR LI-KHAUFIN ‘ALA GHOERIHI, WA AT-TSANI AL-IFTHOR MA’A TA’KHIRI QODHOIN MA’A IMKANIHI YA’TIYA ROMADHONUN AKHOR. ATSANIHA MA YALZAMU FIHI AL-QODHO’ DUNA AL-FIDYAH WAHUA YUKATSIRU KAL-MUGHMA ‘ALAIHI, WA TSALITSUHA MA YALZAMU FIHI AL-FIDYATU DUNA AL-QODO’ WA HUAS SYAIKHUN KABIRUN. WA ROBI’UHA LA WA LA WA HUA AL-MAJNUNU AL-LADZI LAM YA’TAD BI-JUNUJIHI.
Baca Juga : HARTA Wajib Zakat (Kitab Safinatun Najah)
Membatalkan puasa di siang Ramadhan terbagi empat macam, yaitu:
1. Diwajibkan, sebagaimana terhadap wanita yang haid atau nifas.
2. Diharuskan, sebagaimana orang yang berlayar dan orang yang sakit.
3. Tidak diwajibkan, tidak diharuskan, sebagaimana orang yang gila.
4. Diharamkan (ditegah), sebagaimana orang yang menunda qhadha Ramadhan, padahal mungkin dikerjakan sampai waktu qhadha tersebut tidak mencukupi.
Kemudian terbagi orang-orang yang telah batal puasanya kepada empat bagian, yaitu:
1. Orang yang diwajibkan qhadha dan fidyah, seperti perempuan yang membatalkan puasanya karena takut terhadap orang lain saperti bayinya. Dan seperti orang yang menunda qhadha puasanya sampai tiba Ramadhan berikutnya.
2. Orang yang diwajibkan mengqhadha tanpa membayar fidyah, seperti orang yang pingsan.
3. Orang yang diwajibkan terhadapnya fidyah tanpa mengqhadha, seperti orang yang sangat tua yang tidak kuasa.
4. Orang yang tidak diwajibkan mengqhadha dan membayar fidyah, seperti orang gila yang tidak disengaja.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah:
Berbuka puasa di bulan Ramadhan terdapat empat keadaan dan hukum. Pertama, berbuka puasa adalah wajib sebagaimana perempuan yang sedang mengalami menstruasi (haid) dan perempuan yang mengalami nifas. Kedua, berbuka puasa adalah diperbolehkan sebagimana orang yang dalam keadaan diperjalanan (musafir) dan orang yang sedang sakit. Ketiga, berbuka puasa yang tidak diwajibkan dan juga tidak diperbolehkan yaitu bagi orang gila. Keempat, berbuka puasa diharamkan bagi orang yang mengakhirkan qadha puasa ramadhan padahal ia punya banyak kesempatan waktu yang sangat luas sampai waktu untuk meng-qadha semakin menyempit.
Setelah membahas berbagaimacam hukum berbuka puasa di bulan ramadhan dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi seseorang. Selanjutnya menjelaskan konsekwensi dan hukuman apa yang setimpal bagi orang yang berbuka puasa di bulan ramadhan, setidaknya ada empat juga konsekwensi bagi hukuman orang yang berbuka puasa tersebut.
Baca Juga : Keutamaan ibadah puasa di Mekkah
Pertama, wajib meng-qadha sekaligus bayar fidyah (denda) bagi dua jenis penyebab berbuka puasa, yaitu
1). Berbuka puasa disebabkan takut pada ancaman orang lain, dan
2). Berbuka puasa serta dalam menunaikan qadha-nya diakhirkan sampai menjelang bulan ramadhan yang lain, padahal ia memiliki waktu yang cukup luas untuk memenuhinya.
Kedua, wajib qadha tapi tidak wajib membayar fidyah, dan jenis inilah yang paling banyak. Seperti orang yang terserah penyakit epilepsi (ayan) pada waktu berpuasa, orang yang lupa niat, dan orang-orang yang berbuka puasa secara sembrono semaunya (sendiri) kecuali berbuka puasa disebabkan jima’.
Ketiga, wajib membayar fidyah tapi tidak wajib qadha puasa, seperti orang yang sudah tua rentah yang sama sekali tidak mampu menjalankan puasa sepanjang masanya.
Keempat, tidak diwajibkan membayar fidyah dan juga tidak diwajibkan qadha puasa, yaitu anak kecil yang belum baligh, orang gila yang penyebab kegilaannya tidak dikarenakan penyebab yang sembarangan dan semaunya sendiri, dan orang kafir asli.
Berkaitan dengan konsekwensi bagi orang yang berbuka puasa disebabkan ada udzur tertentu, sebagaimana Allah berfirman:
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa diantara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggati atau qadha) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin. Tetapi barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka ia lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (SQ. Al-Baqarah: 184)
Baca Juga : Ini 10 Amalan Sunnah Penambah Pahala Puasa
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkannya al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang salah). Karena itu barang siapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (ia wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur. (SQ. Al-Baqarah: 185)