Batemuritour.com- Tradisi tahlilan adalah salah satu praktik keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Muslim. Tradisi ini dilakukan untuk mengenang dan mendoakan arwah orang yang telah meninggal dunia.
Asal-usul tradisi tahlilan tidak diketahui secara pasti, tetapi dapat dikatakan bahwa tradisi ini telah ada sejak zaman penyebaran agama Islam di Indonesia. Beberapa sumber menyebutkan bahwa tradisi ini berasal dari Arab dan dibawa oleh para pedagang Arab yang datang ke Indonesia pada abad ke-7 hingga ke-13.
Baca Juga : Melacak Jejak Wali Songo Melalui Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia
Namun, secara historis, ada beberapa kejadian penting yang memperkuat dan mengembangkan tradisi tahlilan di Indonesia. Salah satu kejadian tersebut adalah peristiwa wafatnya Sultan Agung Hanyakrakusuma pada tahun 1645. Setelah sultan Agung meninggal, masyarakat Jawa memperkenalkan tahlilan sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada Sultan Agung dan juga sebagai wujud dukacita atas wafatnya seorang penguasa besar.
Selain itu, pada masa kolonial Belanda, tradisi tahlilan semakin berkembang dan menjadi populer di masyarakat. Hal ini terkait dengan adanya perubahan sosial dan politik di Indonesia pada masa itu. Masyarakat merasa perlu untuk mempererat hubungan dan meningkatkan solidaritas dalam masyarakat, termasuk melalui kegiatan tahlilan.
Dalam praktiknya, tahlilan biasanya dilakukan pada malam ke-3, ke-7, ke-40, dan ke-100 setelah kematian seseorang. Kegiatan tahlilan dilakukan dengan membaca doa-doa dan zikir, serta membagikan makanan kepada tamu yang hadir. Makanan yang disediakan biasanya berupa nasi kuning, ayam goreng, dan lauk-pauk lainnya.
Baca Juga : Sejarah Walisongo (Wali 9) di Nusantara
Meskipun tradisi tahlilan telah ada sejak lama, namun dalam beberapa tahun terakhir ada beberapa kelompok yang memandang praktik tahlilan sebagai bid'ah atau hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Namun, keberadaan dan perkembangan tradisi tahlilan tetap dihargai dan dijaga oleh masyarakat Indonesia.
Dalil Tahlilan dalam Islam
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai dalil atau dasar hukum pelaksanaan tradisi tahlilan dalam Islam.
Meskipun demikian, beberapa ulama menyatakan bahwa pelaksanaan tahlilan dapat dibenarkan dalam Islam dengan dasar-dasar sebagai berikut:
1. Berdoa untuk orang yang telah meninggal
Dalil yang dikutip adalah hadis riwayat Imam Muslim, bahwa setelah kematian seseorang, segala amalannya terputus kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang sholeh untuk orang tuanya. Oleh karena itu, doa untuk orang yang telah meninggal adalah suatu amalan yang baik dan dianjurkan dalam Islam.
Baca Juga : Perjalanan Pertama Haji Via Udara Tahun 1952, Tarifnya Rp 16.691
2. Menjalin silaturahim dengan keluarga yang ditinggalkan
Pelaksanaan tahlilan seringkali juga diikuti dengan adanya acara makan bersama dan pemberian sedekah. Hal ini dapat menjadi sarana untuk menjalin hubungan baik dan mempererat tali silaturahim dengan keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal.
3. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan
Pelaksanaan tahlilan juga dapat menjadi sarana untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, karena selain membaca doa dan zikir, acara ini juga dapat dijadikan momen untuk memberikan pengajaran agama kepada peserta yang hadir.
Namun, sebagian ulama juga menekankan pentingnya menjaga agar pelaksanaan tahlilan tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti praktik meminta berkah atau memuja-muja arwah orang yang telah meninggal.
Wallahu A'lam.
Baca Juga : Tips Bermedia Sosial di Bulan Ramadhan