Batemuritour.com- “Pak/Bu, kula ngaturaken sugeng riyadi. Nyuwun ngapunten nggeh, dumatheng sedoyo kalepatanipun kula.”
Terjemahan: “Pak/Bu, saya mengucapkan selamat hari raya. Mohon maaf ya, atas segala kesalahan saya.”
Apakah kamu berasal dari Jawa? Pasti kamu tidak asing lagi dengan ucapan yang saya sebutkan. Itu merupakan ucapan saat kamu melakukan sungkeman lebaran di Jawa.
Mohon maaf nih, berhubung saya hanya bisa sedikit bahasa Jawa, hanya bisa mencantumkan sedikit saja ucapannya. Kalau ingin mengetahui ucapan yang lebih lengkap, bisa searching google atau tanya ke orangtua yang lebih paham.
Baca Juga : Persiapan Idul Fitri 2024/1445H, 20 Ucapan Berkesan Untuk Teman dan Saudara
Dulu, saat nenek saya masih ada, dan masih tinggal di Jawa, setiap lebaran selalu melakukan sungkeman lebaran. Sekarang juga masih sungkeman pada orangtua, tetapi ucapannya sudah tidak menggunakan bahasa Jawa, diganti dengan bahasa Indonesia. Maklum, pengetahuan saya tentang bahasa Jawa krama tidak terlalu banyak.
Nah, sebenarnya sedalam apa sih makna dari sungkeman lebaran itu? Penasaran?
Sungkeman lebaran merupakan sebuah tradisi wajib yang dilakukan di Jawa saat Hari Raya Idul Fitri. Sungkeman adalah penghormatan untuk orangtua atau orang yang dituakan, seperti nenek, kakek, pakde, bude, atau semua orang yang usianya jauh lebih tua dari kita. Tradisi ini bertujuan untuk meminta maaf.
Caranya, kamu duduk bersujud di depan orangtua, tangan ditaruh di lutut orangtua, dan menundukkan kepala. Lalu, ucapkan kalimat sungkeman lebaran versimu. Ucapkan dengan tulus, setelah itu peluk orangtua, dan saling bermaaf-maafan.
Menurut kbbi.kemdikbud.go.id, sungkeman berasal dari kata sungkem. Artinya, sujud sebagai bakti atau hormat pada orangtua atau orang yang dituakan. Sedangkan sungkeman, merupakan upacara memohon restu pada sebuah acara sakral.
Baca Juga : Mengetahui Makna Idul Fitri dan Lebaran
Dosen Tradisi Lisan dan Seni Asia Tenggara Program Studi S2 Asia Tenggara FIB UI, Dr Darmoko dalam Kompas.com (19/04/2023) mengatakan, sungkeman adalah penyampaian rasa hormat dan bakti pada orangtua. Memohon doa restu agar dalam menjalani kehidupan selalu mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan, dan keselamatan lahir batin.
Tradisi ini, tidak hanya dilakukan saat lebaran saja, tetapi juga sungkeman saat melangsungkan pernikahan. Sungkeman dalam upacara pernikahan sudah pernah saya lakukan ketika menikah tahun 2019.
Jujur sih, sungkeman pernikahan lebih terasa sangat sakral dan lebih membuat sedih. Hal itu karena sungkeman pada upacara pernikahan hanya terjadi sekali saat kamu menikah. Tujuannya, tentu untuk meminta izin, restu, dan doa agar kehidupan rumah tangga kelak bisa bahagia.
Menurut Darmoko, sungkeman dilakukan saat lebaran karena etika Jawa memandang manusia tidak akan lepas dari jati dirinya. Yang terdiri dari jasad, jiwa, batin, dan nafsu. Manusia tidak terlepas dari kesalahan yang dilakukan di masa lalu.
Kesalahan yang dilakukan membuat hubungan yang kurang baik antara manusia, sehingga perlu adanya sungkeman sebagai strategi menyelaraskan diri dan menyatukan kembali hubungan yang kurang baik antarpribadi.
Baca Juga : Dua Peristiwa Agung Ini Menjadi Bukti Kemuliaan Syawal
Darmoko menambahkan, filosofi manusia untuk mengupayakan mencapai kesempurnaan hidup. Kesempurnaan hidup hanya bisa diraih dengan menyatukan diri dengan manusia lain, alam, dan Tuhan.
Wah, saya pun tidak menyangka, sedalam itu makna sungkeman. Manusia hidup saling berdampingan, dimana kesempurnaan hidup itu berarti hidup bahagia saling toleransi, saling bertegur sapa, saling merangkul satu sama lain. Saling bermanfaat dan memahami antar individu.
Tahun 2019, menjadi sungkeman lebaran terakhir di rumah masa kecil saya. Dua minggu setelah lebaran tahun itu, saya sudah menikah, tinggal bersama suami dan mertua di rumah baru. Dua kali sungkeman dalam satu bulan, dua kali meneteskan air mata hingga riasan pernikahan sedikit pudar.
Saya melakukan sungkeman yang sama seperti sungkeman pada umumnya. Duduk bersujud di depan orangtua, meminta maaf dengan tulus pada orangtua atas kesalahan yang pernah dilakukan. Hanya saja, tambahan meminta doa restu untuk kehidupan masa mendatang yang baik.
Saat itu, saya sadar permintaan maaf saya tidak akan bisa menghapus banyaknya kesalahan yang pernah saya lakukan pada orangtua. Saya hanya berharap, sungkeman itu menjadi kesempatan saya meminta maaf selama masih hidup. Terlalu banyak luka yang pernah saya torehkan, tapi sebagaimana orangtua, mereka akan selalu memaafkan.
Baca Juga : Hindari Tukar Uang Jelang Lebaran, Awas Riba
Apalagi, sungkeman pernikahan, membuat orangtua ikut bersedih. Saat itulah mereka harus merelakan saya, anak perempuan pertama mereka untuk menikah, dan menjalani hidup bersama pasangan.
Sungkeman, sesuatu yang sulit dilakukan tanpa hati yang tulus memaafkan, tulus meminta maaf. Tradisi Jawa yang wajib dilestarikan dan terus dilakukan agar terjadi keharmonisan kehidupan. Mampu saling memaafkan, dan mengakui kesalahan.