Batemuritour.com- Miqdad bin Amr dikenal sebagai sahabat Nabi Muhammad SAW yang memiliki kejujuran dan amanah tinggi. Karena sifat-sifat terpujinya, Nabi Muhammad SAW mempercayakan jabatan amir atau pemimpin kepadanya. Namun, perjalanan Miqdad sebagai seorang pemimpin mengungkapkan sebuah kisah yang penuh makna dan pelajaran berharga.
Baca juga: Ketentuan dan Syarat Hewan Kurban Menjelang Idul Adha
Miqdad bin Amr lahir dan tumbuh menjadi seorang yang memiliki kecerdasan dan hati yang tulus. Ia termasuk golongan pertama yang memeluk Islam dan merupakan orang ketujuh yang menyatakan keislamannya secara terbuka. Keberaniannya ini membuatnya menjadi target perlakuan diskriminatif dan kekerasan dari kaum kafir Quraisy. Namun, Miqdad tetap teguh dalam keyakinannya.
Keberanian Miqdad terlihat jelas dalam Perang Badar. Ia dikenal sebagai pejuang yang tidak kenal takut dan selalu memberikan semangat kepada pasukan muslim yang jumlahnya kalah banyak dari musuh. Dalam salah satu pidatonya yang membakar semangat para sahabat, ia berkata:
"Wahai Rasulullah, teruslah laksanakan apa yang diperintahkan Allah, dan kami akan bersama engkau. Demi Allah, kami tidak akan berkata seperti apa yang dikatakan Bani Israil kepada Nabi Musa, 'Pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah,' sedang kami akan mengatakan kepada engkau, 'Pergilah Engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami ikut berjuang di sampingmu.' Demi yang telah mengutus engkau membawa kebenaran! Seandainya engkau membawa kami melalui lautan lumpur, kami akan berjuang bersamamu dengan tabah hingga akhir."
Baca juga: 5 Cara Mengetahui Cuaca di Makkah dan Madinah Agar Terhindar dari Cuaca Ekstrem
Pujian atas keberanian dan keikhlasan Miqdad datang dari banyak sahabat, termasuk Abdullah bin Mas'ud yang menyatakan bahwa ia lebih suka menjadi sahabat Miqdad daripada memiliki segala isi dunia.
Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW mengangkat Miqdad sebagai amir di suatu daerah. Miqdad menjalankan amanah tersebut dengan baik, tetapi setelah beberapa waktu, ia kembali dan bertemu dengan Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW bertanya kepadanya, "Bagaimana rasanya menjadi seorang amir?" Miqdad menjawab dengan jujur, "Menjadi seorang amir membuat aku menganggap diriku lebih tinggi dari seluruh manusia lain. Demi yang telah mengutus engkau membawa kebenaran, mulai dari sekarang, aku tidak akan tergoda untuk mengambil jabatan amir selama-lamanya."
Miqdad menyadari bahwa pujian dan kemewahan yang mengelilinginya selama menjabat bisa menjadi ujian berat. Oleh karena itu, ia memilih untuk mundur dan tidak tergoda oleh jabatan yang bisa melalaikan dirinya dari ketulusan dan amanah.
Tanpa jabatan resmi, Miqdad tetap menunjukkan sikap kepemimpinannya dengan membela orang-orang yang tertindas. Ada sebuah kisah di mana Miqdad menyaksikan seorang prajurit yang dihukum berat karena melanggar perintah komandan. Setelah mengetahui alasan di balik tindakan prajurit tersebut, Miqdad segera mengajak prajurit itu untuk menemui komandan dan meluruskan persoalan.
Kejujuran dan penjelasan Miqdad yang tulus membuat sang komandan menyadari kesalahannya dan meminta maaf kepada prajurit tersebut. Permohonan maaf yang tulus itu pun diterima oleh prajurit yang telah mendapatkan perlakuan tidak adil.
Kisah Miqdad bin Amr memberikan banyak pelajaran berharga tentang kejujuran, amanah, dan kepemimpinan. Miqdad menunjukkan bahwa kekuasaan dan jabatan bukanlah tujuan utama, tetapi bagaimana kita menjaga ketulusan hati dan tetap amanah dalam setiap peran yang kita jalani. Keberanian untuk menolak jabatan demi menjaga integritas adalah salah satu contoh nyata dari kebijaksanaan dan keteguhan hati.
Baca juga: 3 Alasan Bus Shalawat Berhenti Beroperasi Menjelang Puncak Haji
Semoga kisah Miqdad bin Amr ini menginspirasi kita untuk selalu menjaga kejujuran dan amanah dalam setiap aspek kehidupan, serta selalu berusaha membela kebenaran dan keadilan dengan penuh ketulusan.