Batemuritour.com - Pembagian harta warisan dalam Islam, yang diatur oleh ilmu Faraid, adalah salah satu aspek hukum syariah yang penting. Islam telah mengatur secara rinci bagaimana harta peninggalan seseorang dibagikan kepada ahli waris setelah meninggal dunia. Ketentuan-ketentuan ini terdapat dalam Al-Qur’an, hadits, serta ijtihad ulama yang menjadi panduan dalam melaksanakan hukum waris. Tujuannya adalah memastikan keadilan dalam keluarga dan masyarakat, serta mencegah perselisihan yang dapat timbul akibat pembagian harta.
1. Landasan Pembagian Warisan dalam Islam
Hukum waris dalam Islam memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur'an, terutama dalam surat An-Nisa' ayat 11, 12, dan 176. Ayat-ayat ini menjelaskan secara spesifik bagian yang harus diterima oleh setiap ahli waris. Allah SWT menetapkan aturan ini untuk menjaga keadilan dan keharmonisan dalam keluarga, sehingga hak-hak setiap anggota keluarga yang ditinggalkan tetap terjaga.
Dalam Islam, warisan harus dibagi setelah pemenuhan beberapa syarat, seperti penyelesaian utang almarhum dan pelaksanaan wasiat jika ada, dengan catatan wasiat tersebut tidak melebihi sepertiga dari harta. Setelah itu, barulah pembagian harta warisan kepada ahli waris dilakukan berdasarkan hukum syariah.
2. Ahli Waris dan Bagian Mereka
Dalam hukum waris Islam, ahli waris dibagi menjadi dua kategori utama: ashabah (ahli waris yang memiliki hubungan darah langsung dengan almarhum) dan dzawil furudh (ahli waris yang bagiannya telah ditentukan oleh syariah). Berikut adalah beberapa ahli waris utama dan bagian mereka:
3. Prinsip Keadilan dalam Hukum Waris Islam
Islam menekankan keadilan dalam pembagian harta warisan. Keadilan ini tidak selalu berarti persamaan, melainkan menyesuaikan dengan tanggung jawab dan kebutuhan setiap ahli waris. Sebagai contoh, perbedaan bagian antara anak laki-laki dan anak perempuan disebabkan oleh peran dan tanggung jawab yang berbeda dalam keluarga. Anak laki-laki, sebagai penanggung jawab nafkah, mendapatkan bagian yang lebih besar karena kewajiban finansial yang harus mereka tanggung.
Selain itu, Islam memastikan bahwa setiap ahli waris, baik laki-laki maupun perempuan, menerima bagian yang adil sesuai dengan hubungan mereka dengan almarhum. Islam juga menjamin hak perempuan, yang pada masa sebelum Islam sering kali tidak dianggap sebagai ahli waris.
4. Harta Warisan untuk Ahli Waris yang Tidak Langsung
Jika almarhum tidak memiliki ahli waris langsung seperti anak atau pasangan, maka harta waris dapat diberikan kepada kerabat jauh seperti paman, bibi, atau sepupu. Aturan pembagian ini tetap mengikuti prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh syariah.
5. Wasiat dalam Islam
Wasiat juga menjadi salah satu aspek penting dalam pembagian harta warisan. Namun, wasiat dalam Islam diatur ketat, yakni hanya diperbolehkan maksimal sepertiga dari total harta. Wasiat tidak boleh diberikan kepada ahli waris yang sudah memiliki hak menurut hukum syariah. Wasiat bertujuan untuk memberikan bagian kepada orang-orang yang tidak termasuk ahli waris, seperti teman dekat atau amal jariah.
Hukum waris dalam Islam dirancang untuk menjaga keadilan dan keseimbangan dalam pembagian harta warisan. Aturan ini memperhatikan tanggung jawab dan kebutuhan setiap ahli waris, sehingga mencegah perselisihan dan ketidakadilan dalam keluarga. Dengan mengikuti prinsip-prinsip hukum waris yang ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, setiap Muslim diharapkan dapat menyelesaikan pembagian harta warisan secara adil dan harmonis sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Wallahua'lam