Faraid: Ilmu Pembagian Warisan dalam Islam

By. Abid Rauf - 01 Oct 2024

Bagikan:
img

Batemuritour.com - Faraid adalah ilmu yang membahas pembagian harta warisan menurut hukum Islam. Istilah "faraid" berasal dari bahasa Arab yang berarti "kewajiban yang telah ditentukan." Dalam konteks Islam, faraid merujuk pada ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT mengenai bagaimana harta peninggalan seseorang harus dibagikan setelah kematiannya. Aturan-aturan ini terdapat dalam Al-Qur’an, hadits, dan ijtihad para ulama, yang bertujuan untuk menjaga keadilan, keharmonisan, dan keseimbangan dalam pembagian harta warisan.

1. Landasan Faraid dalam Islam

Pembagian warisan dalam Islam diatur secara jelas dalam Al-Qur’an, terutama pada surat An-Nisa’ ayat 11, 12, dan 176. Ayat-ayat ini memberikan panduan lengkap mengenai bagian yang harus diterima oleh setiap ahli waris. Pembagian ini tidak didasarkan pada kehendak individu atau tradisi masyarakat, melainkan merupakan ketetapan Allah yang bersifat wajib.

Surat An-Nisa' ayat 11 menegaskan pentingnya aturan faraid:

"Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu. Yaitu, bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan..."

Ayat ini menjadi landasan penting dalam ilmu faraid, yang menentukan bagian-bagian ahli waris dengan tujuan keadilan sesuai tanggung jawab dan kebutuhan.

2. Tujuan Faraid dalam Islam

Salah satu tujuan utama ilmu faraid adalah memastikan bahwa harta seseorang dibagi secara adil di antara ahli warisnya. Dengan adanya aturan ini, Islam mencegah terjadinya konflik dan ketidakadilan yang sering muncul dalam pembagian warisan. Pembagian ini juga dilakukan berdasarkan tanggung jawab finansial yang diemban oleh masing-masing ahli waris dalam keluarga.

Faraid juga bertujuan untuk memastikan bahwa hak-hak perempuan, yang sering kali diabaikan dalam budaya tradisional pra-Islam, terlindungi. Dalam masyarakat Arab sebelum Islam, perempuan sering kali tidak mendapatkan bagian warisan. Islam mengubah hal ini dengan memberikan bagian tertentu bagi perempuan, baik sebagai istri, ibu, atau anak.

3. Pembagian Harta Warisan Menurut Faraid

Dalam ilmu faraid, pembagian harta dilakukan kepada ahli waris yang disebut sebagai dzawil furudh dan ashabah.

  • Dzawil Furudh: Ahli waris yang bagiannya telah ditentukan secara pasti dalam Al-Qur’an dan hadits. Mereka adalah orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan almarhum, seperti orang tua, suami atau istri, dan anak-anak. Bagian dzawil furudh sudah ditentukan, misalnya seperdelapan, sepertiga, atau seperenam dari harta warisan.
  • Ashabah: Ahli waris yang mendapatkan sisa harta setelah bagian dzawil furudh dibagikan. Ashabah umumnya terdiri dari anak laki-laki, saudara laki-laki, atau kerabat laki-laki yang lebih jauh. Mereka tidak memiliki bagian yang ditentukan, melainkan mendapatkan sisa dari harta setelah hak-hak dzawil furudh terpenuhi.

Bagian untuk ahli waris laki-laki sering kali lebih besar daripada bagian perempuan. Ini bukan karena laki-laki lebih diutamakan, tetapi karena mereka memiliki tanggung jawab finansial yang lebih besar dalam keluarga. Sebagai contoh, seorang anak laki-laki mendapatkan dua kali bagian dari anak perempuan karena dia wajib menafkahi keluarga.

4. Pembagian untuk Ahli Waris Utama

Beberapa ahli waris utama dalam faraid meliputi:

  • Anak laki-laki dan perempuan: Anak laki-laki mendapatkan dua kali bagian anak perempuan. Hal ini sesuai dengan tanggung jawab laki-laki dalam keluarga yang lebih besar daripada perempuan.
  • Orang tua: Jika anak mereka meninggal, masing-masing orang tua mendapatkan seperenam dari harta warisan.
  • Suami atau istri: Suami mendapatkan setengah dari harta warisan istrinya jika mereka tidak memiliki anak, dan seperempat jika mereka memiliki anak. Sebaliknya, istri mendapatkan seperempat dari harta suaminya jika tidak ada anak, dan seperdelapan jika ada anak.
  • Saudara kandung: Jika almarhum tidak memiliki anak, istri atau suami, atau orang tua, saudara kandung bisa menjadi ahli waris dan mendapatkan bagian tertentu.

5. Hukum Wasiat dan Hubungannya dengan Faraid

Dalam Islam, seseorang diperbolehkan membuat wasiat, tetapi wasiat ini tidak boleh melanggar hak ahli waris yang sudah ditentukan dalam faraid. Seseorang hanya bisa mewasiatkan maksimal sepertiga dari harta untuk orang-orang yang bukan ahli waris, seperti sahabat, tetangga, atau untuk amal jariah. Wasiat yang diberikan kepada ahli waris yang sudah ditetapkan tidak berlaku dan harus mengikuti ketentuan faraid.

6. Kesimpulan

Faraid adalah sistem pembagian harta warisan dalam Islam yang bertujuan untuk menjaga keadilan, keseimbangan, dan keharmonisan dalam keluarga. Aturan-aturan ini ditetapkan secara jelas dalam Al-Qur’an dan hadits, sehingga tidak boleh diubah oleh kehendak individu. Dengan mengikuti prinsip faraid, setiap ahli waris mendapatkan hak mereka sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Pembagian ini memastikan bahwa hak-hak laki-laki dan perempuan dihargai, serta mencegah konflik keluarga yang sering kali muncul akibat pembagian warisan yang tidak adil.

Wallahua’lam









Whatsapp Logo
Start a Conversation Hi! Click one of our member below to chat on Whatsapp