batemuritour.com – Secara pengertian riba merupakan akad atau transaksi pertukaran antara barang dan barang lain yang sejenis, senilai dengan tambahan. Dalam istilah syariat dikenal suatu barang yang disebut dengan barang ribawi.
Secara fungsi, barang ribawi adalah beberapa barang pokok yang pada zaman dahulu dijadikan patokan nilai untuk jual beli atau pertukaran barang (barter). Barang – barang tersebut adalah emas, perak dan bahan – bahan pokok makanan seperti gandum, kurma, dan garam.
Seiring berkembangnya kekuasaan Islam di berbagai penjuru dunia, ditemukan adanya perbedaan budaya khususnya dalam masalah transaksi.
Baca juga:
Di Indonesia misalnya, orang – orang terdahulu menggunakan beras, jagung atau susu untuk digunakan sebagai alat transaksi utama. Artinya di Indonesia, kurma tidaklah termasuk sebagai barang ribawi.
Kemudian fungsi emas dan perak yang semula menjadi alat utama transaksi, pada saat ini telah beralih fungsi sebagai instrument investasi. Dan alat transaksi utama berubah menjadi uang atau mata uang yang berlaku di masing – masing negara.
Artinya pada saat ini, uang telah terkategori sebagai salah satu barang ribawi. Begitupun jika pada suatu saat nanti terdapat alat tukar utama yang baru seperti uang virtual, pulsa, bitcoin dan lain sebagainya. Maka barang – barang tersebut secara illat akan terkategori sebagai barang ribawi.
Lalu bagaimanakah hukum transaksi menggunakan alat – alat tukar sebagaimana dijelaskan diatas tadi?
1. Riba al-fadl
Transaksi jual beli harta ribawi (emas, perak dan bahan makanan) yang disertai dengan sesama jenisnya, dan disertai adanya melebihkan di salah satu barang yang dipertukarkan. Karena adanya unsur melebihkan (fudlul) ini maka riba ini diberi nama sebagai riba al-fadl (riba kelebihan).
Seharusnya transaksi pada barang ribawi yang sejenis tidak diperbolehkan adanya perbedaan nilai dan harus sesuai dengan nilai barang yang ditransaksikan. Contoh menjual uang Rp 1.000 dengan uang Rp 1.100, hal ini dilarang; namun menjual uang Rp 1.000 dengan uang Rp 1.000 adalah boleh; atau menjual satu batang singkong dengan uang Rp 1.000 adalah boleh.
2. Riba al yad
Transaksi riba al-yad, yaitu riba yang terjadi akibat jual beli barang ribawi (emas, perak dan bahan makanan) yang disertai penundaan serah terima kedua barang yang ditukarkan, atau penundaan terhadap penerimaan salah satunya. Karena ada unsur penundaan inilah, maka riba ini disebut sebagai riba al-yad (riba kontan).
Transaksi ini mengandung unsur penundaan salah satu barang baik yang dijual ataupun yang dibeli tanpa adanya kepastian waktu penyerahan.
Sebagai contoh A membeli 5 kg mangga kepada B dengan harga per satu kilonya Rp 10.000, namun setelah 5 kg mangga telah diterima oleh A, dia tidak segera membayarkan Rp 50.000 pada waktu tersebut dan tidak memberikan kepastian kapan dia akan menyerahkannya.
Ditakutkan dari ketidakpastian waktu pembayaran dapat berbuah kedzaliman mengingat nilai uang yang berfluktuatif dari waktu ke waktu.
3. Riba al-nasa’
Transaksi riba al-nasa’ adalah riba akibat jual beli barang ribawi karena adanya tempo.” Yang dimaksud dengan tempo ini di sini adalah tempo dalam pembayaran barang yang dibeli. Adakalanya, jual beli ini dilakukan dengan barang sejenisnya atau tidak dengan barang sejenisnya.
Transaksi ini seringkali disebut juga dengan peristiwa jual murah. Sebagai contoh A membeli emas dari B sejumlah 5 gram emas dengan harga masing – masing gram Rp 1.000.000 dan dibayar secara berangsur. Ketika jatuh tempo dan A akan melakukan pelunasan dengan total Rp 5.000.000, secara tiba-tiba nilai emas bertumbuh menjadi Rp 1.100.000 per gram sehingga B meminta penagihan pada jatuh tempo sebesar Rp 5.500.000 sebagaimana harga emas berlaku pada saat itu.
Baca juga:
Waallahu A'alam Bisshowab
Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com