Batemuritour.com- Para fukaha telah bersepakat ada sebelas syarat sah dalam sholat. Salah satunya sucinya badan dan pakaian merupakan salah satu dari syarat sah nya sholat.
Suci dari Najis mempunyai pengertian sucinya badan, pakaian maupun tempat untuk melaksanakan sholat.
Sebagaimana firman Allah SWT:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْۖ
"Dan sucikanlah pakaianmu"
(QS. Al-Mudatsir: 4)
Jika dalam ayat tersebut diperintahkan untuk mensucikan pakaian, maka mensucikan badan lebih diprioritaskan sebagaimana dalam sabda Rasulullah SAW.
Hadits berikut disebutkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Bulughul Marom saat membahas bab “Buang Hajat”.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – اِسْتَنْزِهُوا مِنْ اَلْبَوْلِ, فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْهُ – رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيّ
وَلِلْحَاكِمِ: – أَكْثَرُ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْ اَلْبَوْلِ – وَهُوَ صَحِيحُ اَلْإِسْنَاد ِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bersihkanlah diri dari kencing. Karena kebanyakan siksa kubur berasal dari bekas kencing tersebut.”
(HR Ad Daruquthni).
Baca juga :
Berikut adalah beberapa persoalan yang berkaitan dengan kesucian badan dan pakaian dalam sholat:
a Jika seseorang sedang sujud dan pakaiannya, seperti mantel, menempel di tempat najis, maka hal itu tidak masalah menurut madzhab Hanafi.
Karena yang membatalkan shalat -menurut mazhab ini- jika najis tersebut berada di tempat berdiri, jidat, kedua tangan dan kedua lutut (anggota sujud).
Pendapat ini berbeda dengan madzhab Syafii dan Hambali Menurut keduanya, shalatnya tidak sah. Karena mantelnya dihukumi seperti anggota sujud.
Padahal anggota sujud harus suci.
b. Ketidaktahuan akan najis. Jika seseorang menunaikan shalat dan tanpa dia sadari, ada najis yang tidak bisa ditolerir,
maka batal shalatnya menurut mazhab Hanafi, Syafii dan Hambali. la wajib mengulangnya. Karena kesucian menjadi syarat mutlak dalam menunaikan shalat,
meskipun keberadaan najis tidak diketahui saat itu.
Menurut pendapat yang masyhur dalam mazhab Maliki, suci dari hadats dan najis adalah wajib selama kita ingat dan tahu.
Maka barangsiapa sholat dan dia ingat atau tahu akan keberadaan najis, wajib baginya mengulang shalat.
Namun jika lupa atau tidak kuasa untuk membersihkannya, maka gugurlah kewajibannya.
Maka dia tidak ada kewajiban untuk mengulangnya.
C. Pakaian atau tempat yang terkena najis. Seseorang tidak menemukan kain untuk shalat kecuali yang sudah terkena najis.
Padahal, membersihkan najis jenis tersebut harus dengan kain atau air, dan di sana tidak ada air. Atau, ada kain atau air, namun tidak ada yang mau membersihkannya.
Kalaupun ada, ia memasang tarif dan saat itu tidak ada uang untuk membayar ongkos tarif tersebut. Atau uangnya sebetulnya ada, tapi tukang cuci itu memasang tarif di atas standar harga pasaran. Dalam kasus lain, seseorang terkurung di tempat najis dan ia butuh sesuatu untuk menutupnya Bagaimana hukumnya?.
Dalam keadaan ini, tidak boleh memakai pakaian itu menurut madzhab Syafii. Karena pakaian itu mengandung najis.
Namun, menurut madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali, hukum memakai pakaian tersebut boleh-boleh saja Lebih lanjut lagi, Maliki memperbolehkan memakainya untuk shalat.
Menurut mereka boleh saja menunaikan shalat dengan telanjang kalau memang tidak ada satupun pakaian yang bisa dipakai untuk menutup aurat.
Menutup aurat hukumnya wajib, jika memang ada. Kalau tidak ada, gugurlah kewajiban itu. Menurut pendapat yang rajih, hendaknya mengulang shalat ketika sudah mendapatkan pakaian suci.
Orang-orang yang sempat memakai pakaian yang terbuat dari sutera atau memakai cincin emas bagi laki- laki pada waktu shalat, juga wajib mengulangnya.
Baca juga:
Mana yang Utama? Qadha Puasa Ramadhan atau Puasa Sunah Syawwal Dahulu
Waallahu A'alam Bisshowab
Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com