Batemuritour.com- Seringkali kita bertanya apakah cinta itu? Kata ini termasuk salah satu kata yang paling menyenangkan didengar dan diucapkan, bahkan wujudnya didambakan dan diusahakan oleh semua pihak.
sumber gambar: freepik.com
Pada masa Yunani Kuno, para filsuf bertemu dalam sebuah jamuan makan dan membahas antara lain tentang cinta.
Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa cinta adalah Dewa yang pertama. Dewa itu tidak bersumber dari apa pun. Dia tidak beribu bapak.
Menurut filsuf ini, wujud pertama adalah kegelapan, lalu mewujud bumi, kemudian cinta yang merupakan sumber kehidupan dan selalu menghendaki kebaikan,
karena itu menurutnya manusia merasa malu jika melakukan sesuatu yang buruk di hadapan ibu bapak atau temannya dan merasa perih kalau melakukan sesuatu yang tidak terpuji di hadapan kekasihnya.
Sang penyair dan filsuf Yunani Aristofanes (450-388 SM) mengemukakan bahwa manusia pada mulanya tidaklah seperti keadaannya sekarang.
Dahulu manusia berbentuk bulat, memiliki empat tangan dan empat kaki, satu kepala dengan dua wajah yang dapat memandang kedua arah.
Dia juga mempunyai empat telinga. Mereka sangat kuat sehingga berani melawan para dewa yang kemudian memutuskan untuk "membelah manusia seperti membelah apel."
Singkat kata, manusia selalu rindu untuk menemukan belahan dirinya dan sejak itu lahir potensi cinta yang menemukan belahannya, hidup dalam kebahagiaan dan cinta.
Pertemuan itu bermula dari pertemuan jiwa. Dan itu dapat terjadi seketika atau bisa juga setelah upaya sungguh-sungguh sebagaimana dapat juga terjadi kekeliruan dalam pertemuan sehingga lahir kejauhan hubungan/disharmoni.
Itulah kisah asal muasal lahirnya cinta menurut pandangan Aristofanes yang jenaka yang diceritakan kembali oleh Plato (427-347 SM).
Plato (427-347 SM)
Berpendapat bahwa cinta bermula dari dorongan syahwat kebinatangan yang diupayakan oleh dia yang merupakan "belahan" manusia ketika mencari dan bertemu dengan belahannya.
Aristoteles (384-322 SM)
Melukiskannya sebagai hubungan dua jasad yang menyatu dengan satu ruh. Ia tidak berakhir; kalau berakhir maka bukanlah ia cinta hakiki.
Cinta adalah mitos yang tidak mampu dijangkau atau dijelaskan hakikatnya oleh manusia.
Sokrates (470-399 SM)
Berpandangan bahwa cinta tidak ada batasnya. Kedudukan cinta itu tinggi. Ia adalah kerinduan jiwa kepada Keindahan Ilahi yang tidak pernah kering, tidak juga berakhir atau punah.
Kita tidak perlu larut dalam aneka pandangan filsuf-filsuf Yunani, namun kita dapat mengambil kesimpulan dari apa yang mereka utarakan bahwa cinta yang luhur adalah kekuatan yang mendorong si pencinta pada kebajikan dan menghiasi kepribadiannya dengan akhlak luhur.
Tapi, apakah yang dikemukakan di atas merupakan definisi atau gambaran jitu tentang cinta?
Jika pertanyaan ini ditujukan kepada pemikir, filsuf, atau ilmuwan di bidang apa pun, mereka akan sepakat bahwa itu bukanlah definisi/penjelasan konkret tentang cinta.
Baca juga :
Sejak dahulu manusia mengalami cinta dan sejak dahulu pula para pakar dan filsuf berusaha merumuskan hakikat cinta, namun mereka tidak menemukan kata sepakat.
Ada yang memujanya dan ada juga yang mencelanya. Ada yang menolaknya dengan dalih bahwa cinta melahirkan perbudakan oleh yang dicintai terhadap yang mencintainya.
Sedang yang memujanya antara lain berkata bahwa cinta mendorong pada keindahan dan menciptakan kekuatan untuk berkreasi; atau berkata,
"Kendati cinta adalah waham, tapi ia kita butuhkan karena cinta melahirkan rasa keindahan di lubuk hati kita yang mengantar kita mengenyahkan keburukan."
Di sisi lain, salah satu yang mengakibatkan panjang dan beragamnya pengertian cinta adalah karena objeknya bermacam- macam.
Ada cinta kepada Allah, ada juga kepada manusia, bahkan ada cinta kepada Tanah Air, binatang, dan benda-benda tak bernyawa.
Macam-macam dan Tingkat-tingkat Cinta Kendati kita tidak dapat sepakat atau bahkan tidak menemukan definisi dan hakikat cinta, sebagaimana diuraikan sebelum ini,
namun tanpa mengetahui definisi atau hakikatnya kita dapat merasakannya dan merasa butuh padanya, bahkan dapat mengukur tingkat-tingkatnya.
Sementara pakar berpendapat bahwa paling tidak terdapat tiga macam/tingkatan cinta.
1. Cinta Instingtif
Ini adalah sikap tertarik kepada sesuatu yang lahir dari kombinasi insting sebagai makhluk hidup- kombinasinya dengan hormon yang menimbulkan berahi dan energi yang halus.
Yang terhias dengan cinta instingtif ini biasanya dinamai romantis. Cinta ini dapat menjadi dasar bagi lahirnya cinta yang lebih dalam.
2. Cinta Emosional
Cinta ini membuat seseorang menjadi "melekat" pada yang dicintainya, misalnya cinta pada orang tua, anak, pasangan hidup, sahabat serta terhadap orang- orang tertentu yang dirasakan begitu dekat dan melekat de- ngannya bahkan bagaikan belahan jiwanya.
3. Cinta Murni
Cinta yang tidak didorong oleh sesuatu selain kesadaran bahwa objek cinta sangat wajar dan perlu dicintai karena aneka keistimewaan yang melekat padanya sehingga objek itu sangat wajar dicintai bahkan pencinta merasa butuh mencintainya tanpa imbalan.
Di sini tidak ada pertimbangan seksual atau kepentingan pribadi. Cinta semacam ini biasa juga dinamai platonic love (idealisme). Objeknya bisa manusia, bisa juga Tuhan. Inilah puncak cinta dan inilah antara lain yang tergambar dalam cinta para sufi terhadap Allah swt.
Baca juga:
Waallahu A'alam Bisshowab
Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com