Jika Karena Rupa yang Membuat Jatuh Cinta. Bagaimana Mencintai Tuhan yang Tak Memiliki Rupa ?

By. Siti Rahmawati - 11 May 2023

Bagikan:
img

Batemuritour.com- Jika karena rupa yang membuat jatuh cinta. bagaimana mencintai tuhan yang tak memiliki rupa ? Begitulah ungkapan dari filsuf Jalaludin Rumi.

 

Memang benar adanya, bagaimana cara mencintai Allah yang tak meiliki rupa?

 

 

sumber gambar : freepik.com

 

 

Mengenal Allah

 

Tak kenal maka tak cinta. Itulah fakta yang diakui semua pihak. Pertanyaannya, apakah kita sudah mengenal Allah?

 

Pertanyaan ini bisa jadi didahului oleh pertanyaan, bisakah Allah dikenal?

 

 

Dalam konteks ini, Imam al-Ghazali menulis dalam bukunya, al-Maqshad al-Asna,

 

"Seandainya ada yang berkata bahwa saya tidak mengenal kecuali Allah, ucapannya ini dapat benar, sebagaimana dapat juga benar yang berkata, "Saya tidak mengenal Allah."

 

 

Allah berbeda, namun keduanya benar berdasarkan posisi dan sudut pandang masing-masing.

 

 

Dalam konteks pengenalan terhadap Allah, sungguh indah ilustrasi yang dikemukakan oleh ulama besar Abdul Karim al- Khatib (1910 M-1985 M) yang menulis dalam bukunya Qadiyat al-Uluhiyah Baina al-Falsafah Wa ad-Din lebih kurang seperti berikut:

 

 

"Yang melihat atau mengenal Tuhan, pada hakikatnya hanya melihat-Nya melalui wujud yang terhampar di bumi serta yang terbentang di langit.

 

Yang demikian itu adalah penglihatan tidak langsung serta memerlukan pandangan hati yang tajam, akal yang cerdas lagi kalbu yang bersih."

 

 

 

Ada juga ungkapan lama sejak sebelum masa filsuf-filsuf Yunani yaitu yang dikenal dalam literatur agama Islam.

 

من عرف نفسه فقد عرف ربه

 

"Siapa yang mengenal dirinya maka dia telah mengenal Tuhannya"

 

 

Baca juga :

 

 

 

Siapakah Manusia?

 

Singkatnya manusia manusia adalah makhluk yang sama dengan makhluk ciptaan Allah lainnya, namun yang menjadi keistimewaan perbedaan adalah akal pada manusia.

 

Nah, apakah setelah ini kita masih akan menjawab tuntas dengan akal pikiran kita apa dan siapa Tuhan? yakinlah bahwa apa yang diinformasikan oleh akal Anda hanya setetes dari samudera.

 

 

Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. ditanya,

 

"Bagaimana Engkau mengenal Tuhanmu?"

 

 

Beliau menjawab,

 

"Aku mengenal Tuhan melalui Tuhanku Seandainya Dia tak wujud, Aku tak mengenal-Nya."

 

 

Selanjutnya, ketika beliau ditanya,

 

“Bagaimana engkau mengenal-Nya?"

 

 

Beliau menjawab,

 

العجز عن الإدراك إدراك

 

"Ketidakmampuan mengenal-Nya adalah pengenalan.”

 

 

 

Demikian jawab beliau. Jika demikian,

 

"apa pun yang tergambar dalam benak siapa pun tentang Allah-walau dalam imajinasinya maka Allah tidak demikian."

 

 Semua gambaran yang dapat dijangkau oleh indra dan imajinasi manusia tentang zat Yang Maha Sempurna itu tidak mungkin akan benar sehingga seandainya ada makhluk yang menduga telah menjangkau-Nya maka itu hanyalah ilusi belaka.

 

 

Hal di atas menunjukkan bahwa jangkauan itu bukan jangkauan nalar secara langsung, melainkan jangkauan nalar dan kalbu berdasarkan ke- imanan tentang sesuatu yang tidak dapat terjangkau.

 

"Ketuhanan" adalah sesuatu yang hanya dimiliki Allah, tidak dapat tergambar dalam benak bahwa ada sesuatu yang mengenal- Nya kecuali Allah atau yang sama dengan-Nya,

dan karena tidak ada yang sama dengan-Nya, maka tidak ada yang mengenal-Nya kecuali Allah."

 

Demikian tulis al-Ghazali dalam bukunya, Al-Maq- shad al-Asna, ketika almarhum membahas tentang Asmaul Husna.

 

 

Mengenal Allah Sesuai dengan Kemampuan Manusia Jika demikian halnya hakikat pengenalan kepada Allah, maka apakah dengan demikian kita tidak dapat mengenal-Nya sama sekali?

 

Jawabannya adalah bisa. Tetapi, pengenalan yang dimaksud adalah pengenalan khusus yang terbatas, lagi melalui pengenalan yang dilakukan Allah sendiri tentang diri-Nya,

yakni dengan memahami makna sifat-sifat-Nya yang antara lain diuraikan dalam Asmaul Husna.

 

 

 

Masih ada tiga tingkatan lagi-menurut al-Ghazali―dari sisi potensi kemampuan manusia mengenal Allah selain yang disebut di atas.

 

Pertama, pengetahuan tentang makna-nama-nama Allah yang indah itu dalam bentuk mukasyafah (terbukanya tabir penutup) dan musyahadah (tampaknya dengan pandangan mata hati) sehingga hakikatnya demikian jelas berdasarkan argumen yang tidak disentuh oleh kesalahan.

 

Kedua, merasakan keagungan dari apa yang diketahui pada tingkat sebelumnya di atas sehingga mendorong untuk bersifat dengan sifat-sifat Yang Mahaagung itu sesuai dengan kemampuan masing-masing,

agar dapat mendekat kepada-Nya dengan kede- katan sifat bukan tempat, dan dengan demikian, mereka mirip dengan para malaikat yang dekat/didekatkan di sisi Allah.

 

Ketiga, upaya sungguh-sungguh untuk meraih-sepanjang kemampuan sifat-sifat Ilahi itu, menghiasi diri dan berakhlak dengannya,

sehingga ia menjadi seorang Rabbani dan ketika itu yang bersangkutan menjadi teman para malaikat.

 

 

 

Dalam konteks mengenalkan diri-Nya, Allah swt. mengarahkan manusia agar memperhatikan dirinya sebagai makhluk dan mengamati alam raya.

 

Selanjutnya kepercayaan akan kesaksian adanya Allah SWT dimanifestasikan dengan bersyahadat.

 

 

Baca juga :

 

 

 

Waallahu A'alam Bisshowab

 

Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com









Whatsapp Logo
Start a Conversation Hi! Click one of our member below to chat on Whatsapp