Tanpa Logam, Ini Dia Keunikan Rumah Adat Ratenggaro di Sumba

By. Dewi Savitri - 25 May 2023

Bagikan:
img

Batemuritour.com- Hai Sobat Batemuri!! Desa Adat Ratenggaro adalah sebuah kampung yang terletak di Desa Umbu Ngedo, Kecamatan Kodi Bangedo, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Ratenggaro sendiri berasal dari kata rate (kuburan) dan nggaro atau gaura yaitu nama suku yang pertama tinggal di kampung tersebut. Saat perang antar suku, kampung ini berhasil direbut dari suku Garo dan korban yang kalah perang dikuburkan dalam kubur batu atau menhir di desa tersebut. Kubur batu sendiri bentuknya persegi seperti meja. Total ada 304 kubur batu yang berada di sini

 

Baca Juga: Lebih Dekat dengan Indonesia, Mengenal Kekayaan Budaya di Tana Toraja

 

Keunikan Ratenggaro tidak hanya terletak pada menhir namun juga kehidupan masyarakat yang masih memegang erat nilai-nilai leluhur termasuk perihal rumah yang mereka tinggali. Masyarakat Ratenggaro memegang kepercayaan Marapu, yang juga dianut oleh sebagian masyarakat di Pulau Sumba. Hal ini terlihat dari bentuk rumah yang mereka tinggali. Penduduk sana memiliki rumah panggung dengan atap menara yang menjulang tinggi. Menara pada rumah adat Ratenggaro adalah yang tertinggi diantara rumah adat lain diseluruh Pulau Sumba. Tingginya mencapai 15 sampai 30meter yang melambangkan status sosial dan penghormatan terhadap arwah para leluhur yang disimbolkan dengan menara yang tinggi menggapai langit. Dengan demikian, rumah penduduk disini tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal namun juga sebagai sarana pemujaan.

 

Desa Ratenggaro pernah hampir musnah terbakar api sebanyak tiga kali. Kebakaran ini membuat masyarakat Desa Ratenggaro harus mengungsi dan membangun ulang rumah mereka. Membangun rumah adat merupakan pekerjaan yang besar bagi masyarakat setempat. Pengerjaannya tidak hanya melibatkan semua penduduk kampung, namun juga restu dari para leluhur. Maka dari itu mereka melakukan ritual adat yang dipimpin oleh tetua desa dengan tujuan mendapatkan petunjuk apakah leluhur mereka mengizinkan untuk membangun rumah adat atau tidak. Jika tidak direstui maka ada rangkaian upacara lain yang harus dilaksanakan selama proses pembangunan rumah.

 

Pada tahun 2011, rumah utama di Ratenggaro yaitu Uma Katoda Kataku, rumah sebagai simbolisasi seorang ayah atau dituakan, telah rampung dibangun. Seluruh warga dari Desa Ratenggaro hadir dan bergotong royong menyumbang dana dan makanan serta membantu mendirikan empat tiang utama dan menara. Bukan hanya Uma Katoda Kataku, masih ada pula beberapa bangunan lain yang dihormati warganya misalnya seperti Uma Kalama yang menjadi simbolisasi ibu, serta Uma Katoda Kuri dan Uma Katoda Amahu yang menjadi simbolisasi saudara ayah dan ibu. Posisi mereka saling berhadapan dan mewakili empat penjuru mata angin.

 

Uma Katoda Kataku berada dibagian paling Selatan menghadap ke Utara berhadapan dengan Uma Kalama yang menghadap ke Selatan. Uma Katoda Kuri berada di Timur menghadap barat dan berhadapan dengan Uma Katoda Amahu yang menghadap ke sisi Timur. Semua posisi rumah adat ini memiliki arti masing-masing. Misalnya, Uma Katoda Kataku sebagai tempat tinggal pendiri kampung berada di paling Selatan mengingatkan bahwa nenek moyang mereka berasal dari Utara. Hal itu menjelaskan bahwa meskipun terletak di bibir pantai, penduduk Ratenggaro tidak ada yang menjadi nelayan. Mereka berasal dari daratan dan tidak memiliki tradisi melaut. Mereka seperti orang gunung yang terjebak di pantai.

 

Baca Juga: Mengenal Suku Baduy Kearifan Lokal Indonesia, Mau Kesana?

 

Dikutip dari Indonesia.go.id, poisisi dan jumlah rumah tidak berubah sejak zaman nenek moyang ratusan tahun lalu. Setiap posisi rumah sudah memiliki segel masing-masing. Selain itu, ciri lain dari rumah-rumah khusus itu ada pada gelang atau cincin di tiang utamanya.

 

Kemudian, material rumah juga masih sesuai dengan aturan adat. Tiang utama harus terbuat dari kayu kadimbil atau kayu besi. Atapnya rumah terbuat dari alang-alang kering, bambu, kahi kara (sejenis akar gantung), dan menggunakan rotan sebagai pengikat bangunan. Rumah mereka tidak mengandung unsur logam, baik paku maupun seng. Seluruh material pembuatan rumah diambil dari bahan alam dilingkungan sekitar.

 

Secara umum, rumah adat Ratenggaro berbentuk rumah panggung yang terdiri dari empat tingkat. Tingkat pertama digunakan untuk hewan peliharaan warga. Tingkat kedua digunakan untuk tempat tinggal pemilik rumah. Tingkatan ketiga digunakan untuk menyimpan hasil panen. Kemudian, diatas tempat memasak terdapat sebuah kotak penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan barang keramat dan tingkat teratas digunakan untuk meletakkan tanduk kerbau sebagai simbol tanda kemuliaan.

 

Rumah adat di Desa Ratenggaro hampir sama dengan rumah adat di Flores dan Toraja. Terdapat rahang babi hutan yang lengkap dengan taringnya serta tanduk kerbau yang digantung di dalam atau di pekarangan rumah. Hal ini menjadi simbol bahwa pemilik rumah sudah pernah melaksanakan upacara adat.

 

Baca Juga: Desa Wae Rebo: Pesona Budaya dan Keindahan Alam yang Membawamu ke Dunia yang Berbeda

 

Itulah informasi mengenai rumah adat Desa Ratenggaro, Sumba. Tertarik untuk berkunjung?

 

Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com









Whatsapp Logo
Start a Conversation Hi! Click one of our member below to chat on Whatsapp