Hukum Mencuri dan Ketentuan Had Pelaku Pencurian

By. Siti Rahmawati - 15 Aug 2023

Bagikan:
img

Batemuritour.com-Secara bahasa mencuri adalah mengambil harta atau lainnya secara sembunyi-sembunyi. Dari arti bahasa ini muncul ungkapan “fulan istaraqa assam'a wa an-nazara” (Si Fulan mencuri pendengaran atau penglihatan).

 

Sedangkan menurut istilah syara’ mencuri adalah mengambil harta orang lain dari penyimpanannya yang semestinya, secara diam-diam dan sembunyi sembunyi. Atau pengertian lain " mukallaf yang mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi, jika harta tersebut mencapai satu nisab, terambil dari tempat penyimpanannya, dan orang yang mengambil tidak mempunyai andil kepemilikan terhadap harta tersebut.”

 

Berpijak dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa praktik pencurian yang pelakunya diancam dengan hukuman had memiliki beberapa syarat berikut ini:

 

a. Pelaku pencurian adalah mukallaf

b. Barang yang dicuri milik orang lain

c. Pencurian dilakukan dengan cara diam-diam atau sembunyi-sembunyi

d. Barang yang dicuri disimpan di tempat penyimpanan

 

e. Pencuri tidak memiliki andil kepemilikan terhadap barang yang dicuri. Jika pencuri memiliki andil kepemilikan seperti orangtua yang mencuri harta anaknya maka orangtua tersebut tidak dikenai hukuman had, walaupun ia mengambil barang anaknya yang melebihi nisab pencurian.

 

Baca juga :

 

f. Barang yang dicuri mencapai jumlah satu nisab. praktik pencurian yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas pelakunya tidak dikenai had. Namun demikian, hakim berhak menjatuhkan hukuman takzir kepadanya.

 

Pembuktian praktik pencurian

Disamping syarat-syarat di atas, had mencuri tidak dapat dijatuhkan sebelum tertuduh praktik pencurian benar-benar diyakini-secara syara’ telah melakukan pencurian yang mengharuskannya dikenai had. Tertuduh harus dapat dibuktikan melalui salah satu dari tiga kemungkinan berikut:

 

1. Kesaksian dari dua orang saksi yang adil dan merdeka

2. Pengakuan dari pelaku pencurian itu sendiri

3. Sumpah dari penuduh

 

Jika terdakwa pelaku pencurian menolak tuduhan tanpa disertai sumpah, maka hak sumpah berpindah kepada penuduh. Dalam situasi semisal ini, jika penuduh berani bersumpah, maka tuduhannya diterima dan secara hukum tertuduh terbukti melakukan pencurian

 

Had mencuri

Jika praktik pencurian telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dijelaskan di atas, maka pelakunya wajib dikenakan had mencuri, yaitu potong tangan. Allah Swt. berfirman dalam surat al-Maidah ayat 38:

(QS. Al-Nisa’ [4]:15)

 

Baca juga:

 

وَٱلسَّارِقُ وَٱلسَّارِقَةُ فَٱقْطَعُوٓا۟ أَيْدِيَهُمَا جَزَآءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَٰلًا مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

 

Artinya: "Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”

(QS. Al-Maidah {[5] : 38)

 

Ayat di atas menjelaskan had pencurian secara umum. Adapun teknis pelaksanaan had pencurian yang lebih detail dijelaskan dalam hadis Rasulullah berikut:

 

Artinya: "Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah bersabda mengenai pencuri: "jika ia mencuri (kali pertama) potonglah satu tangannya, kemudian jika ia mencuri (kali kedua) potonglah salah satu kakinya, jika ia mencuri (kali ketiga) potonglah tangannya (yang lain), kemudian jika ia mencuri (kali keempat) potonglah kakinya (yang lain)."

(HR. al-Baihaqi dalam Ma'rifatus al-Sunnan wa Asar)

 

Bersandar pada hadits tersebut sebagian ulama diantaranya imam Malik dan imam Syafi’i berpendapat bahwa had mencuri mengikuti urutan sebagaimana berikut:

a. Potong tangan kanan jika pencurian baru dilakukan pertama kali

b. Potong kaki kiri jika pencurian dilakukan untuk kali kedua

c. Potong tangan kiri jika pencurian dilakukan untuk kali ketiga

d. Potong kaki kanan jika pencurian dilakukan untuk kali keempat

e. Jika pencurian dilakukan untuk kelima kalinya maka hukuman bagi pencuri adalah takzir dan ia dipenjarakan hingga bertaubat.

 

Sebagian ulama lain diantaranya Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat bahwa hukuman potong tangan dan kaki hanya berlaku sampai pencurian kedua, yakni potong tangan kanan untuk pencurian pertama dan potong kaki kiri untuk pencurian kedua, sedangkan untuk pencurian ketiga dan seterusnya hukumannya adalah takzir.

 

Baca juga :

 

Waallahu A'alam Bisshowab

 

Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com

 









Whatsapp Logo
Start a Conversation Hi! Click one of our member below to chat on Whatsapp