Batemuritour.com- Sebagian jemaah perempuan ada yang mengalami pendarahan di luar siklus menstruasi. Darah ini tentunya bukan darah haid sebagaimana umumnya. Kondisi ini dalam disiplin ilmu fikih disebut dengan istilah istihadhah.
Untuk lebih jelas, berikut definisi istihadhah yang disampaikan beberapa ulama:
Menurut al-Rafi’i, al-Ramli dan al-Nawawi, istihadhah adalah darah yang keluar dari organ reproduksi perempuan selain darah haid maupun darah nifas, baik keluar secara beruntun setelah siklus haid maupun tidak.
Sementara al-Hadhrami mendefinisikan istihadhah sebagai darah yang mengalir dari pangkal rahim perempuan di luar siklus haid dan nifas.
Kondisi istihadhah tidak hanya menimpa perempuan di zaman sekarang. Semua perempuan sepanjang masa juga mengalami istihadhah. Dalam sejumlah riwayat dapat dijumpai keterangan tentang perempuan-perempuan di zaman Nabi maupun sahabat yang juga mengalami istihadhah. Berikut beberapa riwayat dimaksud:
Dari Abu Ma’iz, dia berkata, “Seorang perempuan datang menghadap Nabi saw sembari berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mengalami istihadhah.”
Rasulullah menjawab, “Janganlah shalat di hari-hari kamu biasa mengalami haid. Mandilah [setelah selesai masa haidmu], gunakan pembalut, dan thawaflah di Ka’bah, serta kerjakan shalat!”
(HR. Ibn Abi Syaibahb Nomor 14527)
Baca juga :
Perlu diketahui bahwa darah istihadhah tidak sama dengan darah haid. Karena berbeda, maka status perempuan istihadhah juga tidak sama dengan status perempuan haid. Kalau perempuan haid diharamkan shalat, perempuan istihadhah justru diperintahkan untuk shalat. Jika perempuan haid dilarang melakukan thawaf, perempuan istihadhah justru diizinkan untuk thawaf.
Kalau perempuan haid dianggap sedang berhadas besar, maka menurut al-Barkawi perempuan istihadhah dianggap sedang berhadas kecil. Itulah mengapa sejumlah ulama berpendapat bahwa perempuan istihadhah sebenarnya berada dalam kondisi thaharah.
Dalam madzhab Syafi’i, perempuan istihadhah diqiyaskan seperti orang beser (salis al-baul), yakni orang yang tidak bisa menahan kencing. Perempuan istihadhah maupun orang beser dikategorikan sebagai orang yang berhadas kecil secara terus-menerus. Situasi seperti inilah yang menyebabkan mereka dianggap tidak dalam kondisi orang kebanyakan, sehingga banyak mengalami kesulitan.
Sesuai ajaran Islam, orang yang sedang mengalami kesulitan diizinkan untuk menunaikan kewajiban sesuai dengan kemampuan yang dia miliki. Beberapa ayat Al- Qur’an telah menjelaskan masalah tersebut. Di antara ayat yang dimaksud adalah:
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
(QS. al-Baqarah 2: 286)
Baca juga :
فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ مَا ٱسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.”
(QS. al-Taghabun 64:16)
Islam banyak memberikan kelonggaran bagi siapa saja yang mengalami keterbatasan. Shalat misalnya, boleh ditunaikan dengan berbagai keterbatasan, apakah karena tidak bisa menutup aurat, kesulitan menemukan arah kiblat, atau tidak bisa memenuhi syarat-syarat yang lain. Kalau shalat saja boleh dilakukan dengan berbagai keterbatasan, apalagi thawaf. Padahal shalat oleh al-Alusi dianggap lebih utama dibandingkan thawaf.
Hal ini juga yang berlaku bagi perempuan istihadhah. Darah yang terus keluar akibat istihadhah tentu membuatnya sulit terhindar dari najis, bahkan ketika melakukan thawaf. Dalam kondisi seperti inilah dia diinzinkan untuk menunaikan thawaf sekalipun sambil membawa najis.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa darah istihadhah tidak menghambat seorang perempuan untuk bisa tetap melakukan thawaf. Kondisi istihadhah tidak menyebabkannya berhadas besar. Dia hanya dianggap berhadas kecil, sehingga boleh menunaikan berbagai jenis ibadah seperti kebanyakan jemaah yang lain.
Baca juga :
Waallahu A'alam Bisshowab
Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com