Batemuritour.com-Zina merupakan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat hubungan pernikahan atau perkawinan yang sah. Zina adalah masuknya kelamin laki-laki ke dalam farji terlarang karena zatnya tanpa ada syubhat dan disenangi menurut tabi'atnya.
Dari klausul "'ke dalam farji" dalam definisi diatas dipahami bahwa melakukan persetubuhan namun bukan ke dalam farji (kemaluan perempuan) tidaklah dinamakan zina, tetapi dinamakan liwat (sodomi), dan jika memasukkannya ke dalam dubur (anal).
Sedangkan dari klausul "tanpa syubhat", dipahami bahwa tidak pula termasuk zina seperti bila melakukan hubungan intim dengan wanita lain yang disangka istrinya sendiri, dan juga termasuk syubhat jika melakukan hubungan intim dengan wanita yang dinikahi melalui nikah mut'ah atau pernikahan lain yang mengandung kesalahan prosedur, seperti nikah tanpa wali, atau nikah tanpa saksi.
Terhadap kasus pelanggaran seperti ini meskipun tidak masuk dalam kategori zina, namun tetap dikenakan hukuman yaitu berupa takzir dan bukan had zina.
Lalu timbul pertanyaan bagaimanakah jika persetubuhan itu dilakukan dengan cara yang aman seperti dengan menggunakan alat kontrasepsi? Apakah masih dikatakan zina? Ini semua tetap diharamkan bila dilakukan terhadap wanita lain (bukan istri), termasuk hubungan bebas antar remaja. Walaupun ´illat hukum berupa tercampurnya nasab (ikhtilat al-nasab) dalam hal ini mungkin dapat dihindari, tapi perbuatan tersebut tetap merupakan perbuatan yang diharamkan.
Artinya: "Termasuk tindak perzinahan, walaupun dilakukan dengan memakai penghalang tipis (seperti alat kontrasepsi).”
Baca juga :
Status hukum zina
Para ulama sepakat bahwa zina hukumnya haram dan termasuk salah satu bentuk dosa besar. Allah Swt. berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk."
(QS. Al-Isra [17]:32)
Dasar penetapan hukum zina
Penerapan had bagi pelaku tindak pidana zina baik laki-laki maupun perempuan, dapat dilaksanakan jika tertuduh telah melalui proses pembuktian menurut aturan hukum Islam dan diyakini benar-benar telah melakukan perzinaan.
Rasulullah Saw. sangat berhati-hati dalam melaksanakan had zina ini. Karena itu, Beliau tidak akan melaksanakan had zina sebelum yakin bahwa tertuduh benar benar berbuat zina. Artinya proses untuk penetapan hukuman had, tidaklah sederhana. Berikut ini adalah dasar-dasar yang dapat digunakan untuk menetapkan bahwa seseorang telah benar-benar berbuat zina:
a. Adanya empat orang saksi laki-laki yang adil. Yang kesaksian mereka harus sama dalam hal tempat, waktu, pelaku dan cara melakukannya.
Firman Allah Swt:
وَٱلَّٰتِى يَأْتِينَ ٱلْفَٰحِشَةَ مِن نِّسَآئِكُمْ فَٱسْتَشْهِدُوا۟ عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِّنكُمْ ۖ فَإِن شَهِدُوا۟ فَأَمْسِكُوهُنَّ فِى ٱلْبُيُوتِ حَتَّىٰ يَتَوَفَّىٰهُنَّ ٱلْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ ٱللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا
Artinya: "Dan para perempuan yang melakukan perbuatan keji di antara perempuanperempuan kamu, hendaklah terhadap mereka ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Apabila mereka telah memberi kesaksian, maka kurunglah mereka (perempuan itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan (yang lain) kepadanya.”
(QS. Al-Nisa’ [4]:15)
Baca juga:
b. Pengakuan pelaku zina, sebagaimana dijelaskan dalam hadis Jabir bin Abdillah r.a. berikut ini:
Artinya: “Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari ra. Bahwa seorang laki-laki dari Bani Aslam datang kepada Rasulullah Saw dan menceritakan bahwa ia telah berzina. Pengakuan ini diucapkan empat kali. Kemudian Rasulullah Saw menyuruh supaya orang tersebut dirajam dan orang tersebut adalah muhsan.”
(HR. al-Bukhari)
Sebagian Ulama berpendapat bahwa kehamilan perempuan tanpa suami dapat dijadikan dasar penetapan perbuatan zina. Akan tetapi Jumhur Ulama’ berpendapat sebaliknya. Kehamilan saja tanpa pengakuan atau kesaksian empat orang yang adil tidak dapat dijadikan dasar penetapan zina.
Adapun had zina itu sendiri dapat dijatuhkan terhadap pelakunya, jika telah terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Pelaku zina sudah baligh dan berakal
2. Perbuatan zina dilakukan tanpa paksaan
3. Pelaku zina mengetahui bahwa konsekuensi dari perbuatan zina adalah had
4. Telah diyakini secara syara’ bahwa pelaku tindak zina benar-benar melakukan perbuatan keji tersebut.
Baca juga :
Waallahu A'alam Bisshowab
Sekian pembahasan Batemuritour kali ini, bagi kalian yang ingin bertanya ataupun berkomentar terkait konten-konten Islami silahkan hubungi email kami di umrah.batemuri@gmail.com atau terus cek artikel kami di www.batemuritour.com